A.
Identifikasi Bahaya
Langkah
pertama manajemen risiko kesehatan di tempat kerja adalah identifikasi atau
pengenalan bahaya kesehatan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi faktor
risiko kesehatan yang dapat tergolong fisik, kimia, biologi, ergonomik, dan
psikologi yang terpajan pada pekerja. Untuk dapat menemukan faktor risiko ini
diperlukan pengamatan terhadap proses dan simpul kegiatan produksi, bahan baku
yang digunakan, bahan atau barang yang dihasilkan termasuk hasil samping proses
produksi, serta limbah yang terbentuk proses produksi. Pada kasus terkait
dengan bahan kimia, maka diperlukan: pemilikan material safety data sheets
(MSDS) untuk setiap bahan kimia yang digunakan, pengelompokan bahan kimia
menurut jenis bahan aktif yang terkandung, mengidentifikasi bahan pelarut yang
digunakan, dan bahan inert yang menyertai, termasuk efek toksiknya. Ketika
ditemukan dua atau lebih faktor risiko secara simultan, sangat mungkin
berinteraksi dan menjadi lebih berbahaya atau mungkin juga menjadi kurang
berbahaya. Sebagai contoh, lingkungan kerja yang bising dan secara bersamaan
terdapat pajanan toluen, maka ketulian akibat bising akan lebih mudah terjadi.
1.
Penilaian
Pajanan
Proses penilaian pajanan
merupakan bentuk evaluasi kualitatif dan kuantitatif terhadap pola pajanan
kelompok pekerja yang bekerja di tempat dan pekerjaan tertentu dengan jenis
pajanan risiko kesehatan yang sama. Kelompok itu dikenal juga dengan similar
exposure group (kelompok pekerja dengan pajanan yang sama). Penilaian pajanan
harus memenuhi tingkat akurasi yang adekuat dengan tidak hanya mengukur
konsentrasi atau intensitas pajanan, tetapi juga faktor lain. Pengukuran dan
pemantauan konsentrasi dan intensitas secara kuantitatif saja tidak cukup,
karena pengaruhnya terhadap kesehatan dipengaruhi oleh faktor lain itu. Faktor
tersebut perlu dipertimbangkan untuk menilai potensial faktor risiko
(bahaya/hazards) yang dapat menjadi nyata dalam situasi tertentu. Risiko adalah
probabilitas suatu bahaya menjadi nyata, yang ditentukan oleh frekuensi dan
durasi pajanan, aktivitas kerja, serta upaya yang telah dilakukan untuk
pencegahan dan pengendalian tingkat pajanan. Termasuk yang perlu diperhatikan
juga adalah perilaku bekerja, higiene perorangan, serta kebiasaan selama
bekerja yang dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan.
2.
Karakterisasi Risiko
Tujuan langkah karakterisasi
risiko adalah mengevaluasi besaran (magnitude) risiko kesehatan pada pekerja.
Dalam hal ini adalah perpaduan keparahan gangguan kesehatan yang mungkin timbul
termasuk daya toksisitas bila ada efek toksik, dengan kemungkinan gangguan
kesehatan atau efek toksik dapat terjadi sebagai konsekuensi pajanan bahaya
potensial. Karakterisasi risiko dimulai dengan mengintegrasikan informasi
tentang bahaya yang teridentifikasi (efek gangguan/toksisitas spesifik) dengan
perkiraan atau pengukuran intensitas/konsentrasi pajanan bahaya dan status
kesehatan pekerja.
3.
Penilaian Risiko
Rincian langkah umum yang
biasanya dilaksanakan dalam penilaian risiko meliputi :
a.
Menentukan
personil penilai
Penilai
risiko dapat berasal dari intern perusahaan atau dibantu oleh petugas lain
diluar perusahaan yang berkompeten baik dalam pengetahuan, kewenangan maupun
kemampuan lainnya yang berkaitan. Tergantung dari kebutuhan, pada tempat kerja
yang luas, personil penilai dapat merupakan suatu tim yang terdiri dari
beberapa orang.
b.
Menentukan
obyek/bagian yang akan dinilai
Obyek
atau bagian yang akan dinilai dapat dibedakan menurut bagian / departemen,
jenis pekerjaan, proses produksi dan sebagainya. Penentuan obyek ini sangat
membantu dalam sistematika kerja penilai
c.
Kunjungan
/ Inspeksi tempat kerja
Kegiatan
ini dapat dimulai melalui suatu “walk through survey / Inspection” yang
bersifat umum sampai kepada inspeksi yang lebih detail. Dalam kegiatan ini
prinsip utamanya adalah melihat, mendengar dan mencatat semua keadaan di tempat
kerja baik mengenai bagian kegiatan, proses, bahan, jumlah pekerja, kondisi
lingkungan, cara kerja, teknologi pengendalian, alat pelindung diri dan hal
lain yang terkait.
d.
Identifikasi
potensi bahaya
Berbagai
cara dapat dilakukan guna mengidentifikasi potensi bahaya di tempat kerja,
misalnya melalui : inspeksi / survei tempat kerja rutin, informasi mengenai
data keelakaan kerja dan penyakit, absensi, laporan dari (panitia pengawas
Kesehatan dan Keselamatan Kerja) P2K3, supervisor atau keluhan pekerja, lembar
data keselamatan bahan (material safety data sheet) dan lain sebagainya.
Selanjutnya diperlukan analisis dan penilaian terhadap potensi bahaya tersebut
untuk memprediksi langkah atau tindakan selanjutnya terutama pada kemungkinan
potensi bahaya tersebut menjadi suatu risiko.
e.
Mencari
informasi / data potensi bahaya
Upaya
ini dapat dilakukan misalnya melalui kepustakaan, mempelajari MSDS, petunjuk
teknis, standar, pengalaman atau informasi lain yang relevan.
f.
Analisis
Risiko
Dalam
kegiatan ini, semua jenis resiko, akibat yang bisa terjadi, tingkat keparahan,
frekuensi kejadian, cara pencegahannya, atau rencana tindakan untuk mengatasi
risiko tersebut dibahas secara rinci dan dicatat selengkap mungkin.
Ketidaksempurnaan dapat juga terjadi, namun melalui upaya sitematik, perbaikan
senantiasa akan diperoleh.
g.
Evaluasi
risiko
Memprediksi
tingkat risiko melalui evaluasi yang akurat merupakan langkah yang sangat
menentukan dalam rangkaian penilaian risiko. Kualifikasi dan kuantifikasi
risiko, dikembangkan dalam proses tersebut. Konsultasi dan nasehat dari para
ahli seringkali dibutuhkan pada tahap analisis dan evaluasi risiko.
h.
Menentukan
langkah pengendalian
Apabila
dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan bagi kelangsungan
kerja maupun kesehatan dan keselamatan pekerja perlu ditentukan langkah
pengendalian yang dipilih dari berbagai cara seperti : Apabila dari hasil
evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan bagi kelangsungan kerja maupun
kesehatan dan keselamatan pekerja perlu ditentukan langkah pengendalian yang
dipilih dari berbagai cara seperti :
1)
Memilih
teknologi pengendalian seperti eliminasi, substitusi, isolasi, engineering
control, pengendalian administratif, pelindung peralatan/mesin atau pelindung
diri.
2)
Menyusun
program pelatihan guna meningkatka pengetahuan dan pemahaman berkaitan dengan
risiko,
3)
Menentukan
upaya monitoring terhadap lingkungan / tempat kerja.
4)
Menentukan
perlu atau tidaknya survailans kesehatan kerja melalui pengujian kesehatan
berkala, pemantauan biomedik, audiometri dan lain-lain.
5)
Menyelenggarakan
prosedur tanggap darurat / emergensi dan pertolongan pertama sesuai dengan
kebutuhan.
i.
Menyusun
pencatatan / pelaporan
Seluruh
kegiatan yang dilakukan dalam penilaian risiko harus dicatat dan disusun
sebagai bahan pelaporan secara tertulis. Format yang digunakan dapatdisusun
sesuai dengan kondisi yang ada.
j.
Mengkaji
ulang penelitian
Pengkajian
ulang perlu senantiasa dilakukan dalam periode tertentu atau bila terdapat
perubahan dalam proses produksi, kemajuan teknologi, pengembangan informasi
terbaru dan sebagainya, guna perbaikan berkelanjutan penilaian risiko tersebut.
B.
FAKTOR/ POTENSI BAHAYA DI TEMPAT KERJA
Untuk
menghindari dan meminimalkan kemungkinan terjadinya potensi bahaya di tempat
kerja, Pengenalan potensi bahaya di tempat kerja merupakan dasar
untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tenaga kerja, serta dapat dipergunakan
untuk mengadakan upaya-upaya pengendalian dalam rangka pencegahan penyakit
akibat kerja yagmungkin terjadi. Secara umum, potensi bahaya lingkungan kerja
dapat berasal atau bersumber dari berbagai faktor, antara lain : 1) faktor teknis, yaitu potensi bahaya
yang berasal atau terdapat pada peralatan kerja yang digunakan atau dari
pekerjaan itu sendiri; 2) faktor
lingkungan, yaitu potensi bahaya yang berasal dari atau berada di dalam
lingkungan, yang bisa bersumber dari proses produksi termasuk bahan baku, baik
produk antara maupun hasil akhir; 3)faktor
manusia, merupakan potensi bahaya yang cukup besar terutama apabila
manusia yang melakukan pekerjaan tersebut tidak berada dalam kondisi kesehatan
yang prima baik fisik maupun psikis.
Potensi
bahaya di tempat kerja yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan dapat
dikelompokkan antara lain sebagai berikut :
1. Potensi bahaya fisik yaitu potensi bahaya yang
dapat menyebabkan gangguan-gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang
terpapar, misalnya: terpapar kebisingan intensitas tinggi, suhu ekstrim (panas
& dingin), intensitas penerangan kurang memadai, getaran, radiasi.
a) Radiasi
Radiasi adalah pancaran
energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk panas, partikel atau
gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari sumber radiasi. Ada beberapa
sumber radiasi yang kita kenal di sekitar kehidupan kita, contohnya adalah
televisi, lampu penerangan, alat pemanas makanan (microwave oven), komputer,
dan lain-lain. Selain
benda-benda tersebut ada sumber-sumber radiasi yang bersifat unsur alamiah dan
berada di udara, di dalam air atau berada di dalam lapisan bumi. Beberapa di
antaranya adalah Uranium dan Thorium di dalam lapisan bumi; Karbon dan Radon di
udara serta Tritium dan Deuterium yang ada di dalam air.
Secara garis
besar radiasi digolongkan ke dalam radiasi pengion dan radiasi
non-pengion.
1)
Radiasi Pengion
Radiasi
pengion adalah jenis radiasi yang dapat menyebabkan proses ionisasi
(terbentuknya ion positif dan ion negatif) apabila berinteraksi dengan materi.
Yang termasuk dalam jenis radiasi pengion adalah partikel alpha, partikel beta,
sinar gamma, sinar-X dan neutron. Setiap jenis radiasi memiliki karakteristik
khusus. Yang termasuk radiasi pengion adalah partikel alfa (α), partikel beta
(β), sinar gamma (γ), sinar-X, partikel neutron.
2)
Radiasi Non Pengion
Radiasi
non-pengion adalah jenis radiasi yang tidak akan menyebabkan efek ionisasi
apabila berinteraksi dengan materi. Radiasi non-pengion tersebut berada di
sekeliling kehidupan kita. Yang termasuk dalam jenis radiasi non-pengion antara
lain adalah gelombang radio (yang membawa informasi dan hiburan melalui radio
dan televisi); gelombang mikro (yang digunakan dalam microwave oven dan
transmisi seluler handphone); sinar inframerah (yang memberikan energi dalam
bentuk panas); cahaya tampak (yang bisa kita lihat); sinar ultraviolet (yang
dipancarkan matahari). Ada dua macam sifat radiasi yang dapat digunakan untuk
mengetahui keberadaan sumber radiasi pada suatu tempat atau bahan, yaitu
sebagai berikut :
a)
Radiasi
tidak dapat dideteksi oleh indra manusia, sehingga untuk mengenalinya
diperlukan suatu alat bantu pendeteksi yang disebut dengan detektor radiasi.
Ada beberapa jenis detektor yang secara spesifik mempunyai kemampuan untuk
melacak keberadaan jenis radiasi tertentu yaitu detektor alpha, detektor gamma,
detektor neutron, dll.
b)
Radiasi
dapat berinteraksi dengan materi yang dilaluinya melalui proses ionisasi,
eksitasi dan lain-lain. Dengan menggunakan sifat-sifat tersebut kemudian
digunakan sebagai dasar untuk membuat detektor radiasi.
Sel
dalam tubuh manusia terdiri dari sel genetic dan sel somatic. Sel genetic
adalah sel telur pada perempuan dan sel sperma pada laki-laki, sedangkan sel somatic
adalah sel-sel lainnya yang ada dalam tubuh. Berdasarkan jenis sel, maka efek
radiasi dapat dibedakan atas efek genetik dan efek somatik. Efek genetik atau
efek pewarisan adalah efek yang dirasakan oleh keturunan dari individu yang
terkena paparan radiasi. Sebaliknya efek somatik adalah efek radiasi yang
dirasakan oleh individu yang terpapar radiasi. Waktu yang dibutuhkan sampai
terlihatnya gejala efek somatik sangat bervariasi sehingga dapat dibedakan atas
efek segera dan efek tertunda. Efek segera adalah kerusakan yang secara klinik
sudah dapat teramati pada individu dalam waktu singkat setelah individu
tersebut terpapar radiasi, seperti epilasi (rontoknya rambut), eritema
(memerahnya kulit), luka bakar dan penurunan jumlah sel darah. Kerusakan tersebut
terlihat dalam waktu hari sampai mingguan pasca iradiasi. Sedangkan efek
tertunda merupakan efek radiasi yang baru timbul setelah waktu yang lama
(bulanan/tahunan) setelah terpapar radiasi, seperti katarak dan kanker.
Bila
ditinjau dari dosis radiasi (untuk kepentingan proteksi radiasi), efek radiasi
dibedakan atas efek deterministik dan efek stokastik. Efek deterministik adalah
efek yang disebabkan karena kematian sel akibat paparan radiasi, sedangkan efek
stokastik adalah efek yang terjadi sebagai akibat paparan radiasi dengan dosis
yang menyebabkan terjadinya perubahan pada sel. Efek Deterministi (efek non
stokastik) Efek ini terjadi karena adanya proses kematian sel akibat paparan
radiasi yang mengubah fungsi jaringan yang terkena radiasi. Efek ini dapat
terjadi sebagai akibat dari paparan radiasi pada seluruh tubuh maupun lokal.
Efek deterministik timbul bila dosis yang diterima di atas dosis ambang
(threshold dose) dan umumnya timbul beberapa saat setelah terpapar radiasi.
Tingkat keparahan efek deterministik akan meningkat bila dosis yang diterima
lebih besar dari dosis ambang yang bervariasi bergantung pada jenis efek. Pada
dosis lebih rendah dan mendekati dosis ambang, kemungkinan terjadinya efek
deterministik dengan demikian adalah nol. Sedangkan di atas dosis ambang,
peluang terjadinya efek ini menjadi 100%.Efek Stokastik Dosis radiasi serendah
apapun selalu terdapat kemungkinan untuk menimbulkan perubahan pada sistem
biologik, baik pada tingkat molekul maupun sel. Dengan demikian radiasi dapat
pula tidak membunuh sel tetapi mengubah sel Sel yang mengalami modifikasi atau
sel yang berubah ini mempunyai peluang untuk lolos dari sistem pertahanan tubuh
yang berusaha untuk menghilangkan sel seperti ini. Semua akibat proses
modifikasi atau transformasi sel ini disebut efek stokastik yang terjadi secara
acak. Efek stokastik terjadi tanpa ada dosis ambang dan baru akan muncul
setelah masa laten yang lama. Semakin besar dosis paparan, semakin besar
peluang terjadinya efek stokastik, sedangkan tingkat keparahannya tidak
ditentukan oleh jumlah dosis yang diterima. Bila sel yang mengalami perubahan
adalah sel genetik, maka sifat-sifat sel yang baru tersebut akan diwariskan
kepada turunannya sehingga timbul efek genetik atau pewarisan. Apabila sel ini
adalah sel somatik maka sel-sel tersebut dalam jangka waktu yang relatif lama,
ditambah dengan pengaruh dari bahan-bahan yang bersifat toksik lainnya, akan
tumbuh dan berkembang menjadi jaringan ganas atau kanker. Paparan radiasi dosis
rendah dapat menigkatkan resiko kanker dan efek pewarisan yang secara statistik
dapat dideteksi pada suatu populasi, namun tidak secara serta merta terkait
dengan paparan individu. Radiasi infra merah dapat menyebabkan katarak.Laser
berkekuatan besar dapat merusak mata dan kulit.Medan elektromagnetik tingkat
rendah dapat menyebabkan kanker. Radiasi ultraviolet : pengelasan, Radiasi
Inframerah : furnacesn/ tungku pembakaran, Laser : komunikasi, pembedahan.
4)
Prinsip dasar yang harus dipatuhi dalam penggunaan
radiasi untuk berbagai keperluan
Dalam
penggunaan radiasi untuk berbagai keperluan ada ketentuan yang harus dipatuhi
untuk mencegah penerimaan dosis yang tidak seharusnya terhadap seseorang. Ada 3
prinsip yang telah direkomendasikan oleh International Commission Radiological
Protection (ICRP) untuk dipatuhi, yaitu :
a)
Justifikasi,
Setiap pemakaian zat radioaktif atau sumber lainnya harus didasarkan pada azaz
manfaat. Suatu kegiatan yang mencakup paparan atau potensi paparan hanya
disetujui jika kegiatan itu akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar bagi
individu atau masyarakat dibandingkan dengan kerugian atau bahaya yang timbul
terhadap kesehatan.
b)
Limitasi,
Dosis ekivalen yang diterima pekerja radiasi atau masyarakat tidak boleh
melalmpaui Nilai Batas Dosis (NBD) yang telah ditetapkan. Batas dosis bagi
pekerja radiasi dimaksudkan untuk mencegah munculnya efek deterministik (non
stokastik) dan mengurangi peluang terjadinya efek stokastik.
c)
Optimasi,
Semua penyinaran harus diusahakan serendah-rendahnya (as low as reasonably
achieveable - ALARA), dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan
sosial. Kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir harus direncanakan dan sumber
radiasi harus dirancang dan dioperasikan untuk menjamin agar paparan radiasi
yang terjadi dapat ditekan serendah-rendahnya.
b)
Kebisingan
Bising adalah campuran dari
berbagai suara yang tidak dikehendaki ataupun yang merusak kesehatan, saat ini
kebisingan merupakan salah satu penyebab penyakit lingkungan (Slamet, 2006).
Sedangkan kebisingan sering digunakan sebagai istilah untuk menyatakan
suara yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh kegiatan manusia atau
aktifitas- aktifitas alam (Schilling, 1981). Kebisingan dapat diartikan sebagai
segala bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap
kesehatan dan kesejahteraan seseorang maupun suatu populasi.
Aspek yang berkaitan dengan
kebisingan antara lain : jumlah energi bunyi, distribusi frekuensi, dan lama
pajanan. Kebisingan
dapat menghasilkan efek akut seperti masalah komunikasi, turunnya konsentrasi, yang
pada akhirnya mengganggu job performance tenaga kerja.
Pajanan
kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada jangka waktu tertentu dapat
menyebabkan tuli yang bersifat sementara maupun kronis.
Tuli permanen
adalah penyakit akibat kerja yang paling banyak di klaim.
Contoh :
Pengolahan kayu, tekstil, metal, dll.
Kualitas bunyi ditentukan
oleh 2 hal yakni frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi dinyatakan dalam jumlah
getaran per detik yang disebut hertz (Hz), yaitu jumlah gelombang-gelombang
yang sampai di telinga setiap detiknya. Biasanya suatu kebisingan terdiri dari
campuran sejumlah gelombang dari berbagai macam frekuensi. Sedangkan intensitas
atau arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu logaritmis
yang disebut desibel ( DB ).
Berdasarkan frekuensi,
tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan tenaga bunyi maka bising dibagi dalam
3 kategori:
1)
Occupational
noise (bising yang berhubungan dengan pekerjaan) yaitu bising yang
disebabkan oleh bunyi mesin di tempat kerja, misal bising dari mesin ketik.
2)
Audible
noise (bising pendengaran) yaitu bising yang disebabkan oleh frekuensi bunyi
antara 31,5 . 8.000 Hz.
3)
Impuls
noise (Impact noise = bising impulsif) yaitu bising yang terjadi akibat adanya
bunyi yang menyentak, misal pukulan palu, ledakan meriam, tembakan bedil.
Selanjutnya dengan ukuran
intensitas bunyi atau desibel ini dapat ditentukan apakah bunyi itu bising atau
tidak. Dari ukuran-ukuran ini dapat diklasifikasikan seberapa jauh bunyi-bunyi
di sekitar kita dapat diterima / dikehendaki atau tidak dikehendaki / bising.
Jenis
Bunyi
|
Skala Intensitas Desibel Batas
Dengar Tertinggi
|
Halilintar
Meriam
Mesin
uap
Jalan
yang ramai
Pluit
Kantor gaduh Radio Rumah gaduh Kantor pada umumnya Rumah tenang Kantor perorangan Sangat tenang , Suara daun jatuh, Tetesan air |
120 DB
110 DB
100 DB
90 DB
80 DB
70 DB
60 Db
50 DB
40 DB
30 DB
20 DB
10 DB
|
Tabel Skala Intensitas
Kebisingan
Menurut SK Dirjen P2M dan
Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen Kesehatan RI Nomor 70-1/PD.03.04.Lp,
(Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Kebisingan yang Berhubungan dengan Kesehatan
Tahun 1992), tingkat kebisingan diuraikan sebagai berikut:
1)
Tingkat
kebisingan sinambung setara (Equivalent Continuous Noise Level =Leq) adalah
tingkat kebisingan terus menerus (=steady noise) dalam ukuran dBA, berisi
energi yang sama dengan energi kebisingan terputus-putus dalam satu periode
atau interval waktu pengukuran.
2)
Tingkat
kebisingan yang dianjurkan dan maksimum yang diperbolehkan adalah rata-rata
nilai modus dari tingkat kebisingan pada siang, petang dan malam hari.
3)
Tingkat
ambien kebisingan (=Background noise level) atau tingkat latar belakang
kebisingan adalah rata-rata tingkat suara minimum dalam
keadaan tanpa gangguan kebisingan pada tempat dan saat pengukuran
dilakukan, jika diambil nilainya dari distribusi statistik adalah 95% atau
L-95.
Kebisingan mempengaruhi
kesehatan antara lain dapat menyebabkan kerusakan pada indera pendengaran
sampai kepada ketulian. Dari hasil penelitian diperoleh bukti bahwa intensitas
bunyi yang dikategorikan bising dan yang mempengaruhi kesehatan (pendengaran)
adalah diatas 60 dB. Oleh sebab itu para karyawan yang bekerja di pabrik dengan
intensitas bunyi mesin diatas 60 dB maka harus dilengkapi dengan alat pelindung
(penyumbat) telinga guna mencegah gangguan pendengaran. Disamping itu
kebisingan juga dapat mengganggu komunikasi. Dengan suasana yang bising memaksa
pekerja berteriak didalam berkomunikasi dengan pekerja lain. Kadang-kadang
teriakan atau pembicaraan yang keras ini dapat menimbulkan salah komunikasi
(miss communication) atau salah persepsi terhadap orang lain.
Oleh karena sudah biasa
berbicara keras di lingkungan kerja sebagai akibat lingkungan kerja yang bising
ini maka kadang-kadang di tengah-tengah keluarga juga terbiasa berbicara keras.
Bisa jadi timbul salah persepsi di kalangan keluarga karena dipersepsikan
sebagai sikap marah. Lebih jauh kebisingan yang terus-menerus dapat
mengakibatkan gangguan konsentrasi pekerja yang akibatnya pekerja cenderung
berbuat kesalahan dan akhirnya menurunkan produktivitas kerja.
Kebisingan terutama yang
berasal dari alat-alat bantu kerja atau mesin dapat dikendalikan antara lain
dengan menempatkan peredam pada sumber getaran atau memodifikasi mesin untuk
mengurangi bising. Penggunaan proteksi dengan sumbatan telinga dapat mengurangi
kebisingan sekitar 20-25 dB. Tetapi penggunaan penutup telinga ini pada umumnya tidak
disenangi oleh pekerja karena terasa risih adanya benda asing di telinganya.
Untuk itu penyuluhan terhadap mereka agar menyadari pentingnya tutup telinga
bagi kesehatannya dan akhirnya mau memakainya.
c) Penerangan
/ Pencahayaan ( Illuminasi )
Penerangan yang kurang di
lingkungan kerja bukan saja akan menambah beban kerja karena mengganggu
pelaksanaan pekerjaan tetapi juga menimbulkan kesan kotor. Oleh karena itu
penerangan dalam lingkungan kerja harus cukup untuk menimbulkan kesan yang
higienis. Disamping itu cahaya yang cukup akan memungkinkan pekerja dapat
melihat objek yang dikerjakan dengan jelas dan menghindarkan dari kesalahan
kerja.
Berkaitan dengan pencahayaan
dalam hubungannya dengan penglihatan orang didalam suatu lingkungan kerja maka
faktor besar-kecilnya objek atau umur pekerja juga mempengaruhi. Pekerja di
suatu pabrik arloji misalnya objek yang dikerjakan sangat kecil maka intensitas
penerangan relatif harus lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas penerangan
di pabrik mobil. Demikian juga umur pekerja dimana makin tua umur seseorang,
daya penglihatannya semakin berkurang. Orang yang sudah tua dalam menangkap
objek yang dikerjakan memerlukan penerangan yang lebih tinggi daripada orang
yang lebih muda.
Akibat dari kurangnya
penerangan di lingkungan kerja akan menyebabkan kelelahan fisik dan mental bagi
para karyawan atau pekerjanya. Gejala kelelahan fisik dan mental ini antara
lain sakit kepala (pusing-pusing), menurunnya kemampuan intelektual, menurunnya
konsentrasi dan kecepatan berpikir. Disamping itu kurangnya penerangan memaksa
pekerja untuk mendekatkan matanya ke objek guna mmeperbesar ukuran benda. Hal
ini akomodasi mata lebih dipaksa dan mungkin akan terjadi penglihatan rangkap
atau kabur.
Untuk mengurangi kelelahan akibat dari penerangan yang tidak cukup dikaitkan dengan objek dan umur pekerja ini dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
Untuk mengurangi kelelahan akibat dari penerangan yang tidak cukup dikaitkan dengan objek dan umur pekerja ini dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1)
Perbaikan
kontras dimana warna objek yang dikerjakan kontras dengan latar belakang objek
tersebut. Misalnya cat tembok di sekeliling tempat kerja harus berwarna kontras
dengan warna objek yang dikerjakan.
2)
Meningkatkan
penerangan, sebaiknya 2 kali dari penerangan diluar tempat kerja.Disamping itu
di bagian-bagian tempat kerja perlu ditambah dengan dengan lampu-lampu
tersendiri.
3)
Pengaturan
tenaga kerja dalam shift sesuai dengan umur masing-masing tenaga kerja.
Misalnya tenaga kerja yang sudah berumur diatas 50 tahun tidak diberikan tugas
di malam hari.
4)
Disamping
akibat-akibat pencahayaan yang kurang seperti diuraikan diatas, penerangan /
pencahayaan baik kurang maupun cukup kadang-kadang juga menimbulkan masalah
apabila pengaturannya kurang baik yakni silau. Silau juga menjadi beban
tambahan bagi pekerja maka harus dilakukan pengaturan atau dicegah.Pencegahan
silau dapat dilakukan antara lain :
a.
Pemilihan
jenis lampu yang tepat misalnya neon. Lampu neon kurang menyebabkan silau
dibandingkan lampu biasa.
b.
Menempatkan sumber-sumber cahaya / penerangan
sedemikian rupa sehingga tidak langsung mengenai bidang yang mengkilap.
c.
Tidak
menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap di muka jendela yang langsung
memasukkan sinar matahari.
d.
Penggunaan
alat-alat pelapis bidang yang tidak mengkilap.
e.
Mengusahakan
agar tempat-tempat kerja tidak terhalang oleh bayangan suatu benda.
Penerangan yang silau buruk
(kurang maupun silau) di lingkungan kerja akan menyebabkan hal-hal sebagai
berikut :
a.
Kelelahan
mata yang akan berakibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja.
b.
Kelemahan
mental
c.
Kerusakan
alat penglihatan (mata).
d.
Keluhan
pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.
Sehubungan dengan hal-hal
tersebut diatas maka dalam mendirikan bangunan tempat kerja (pabrik, kantor,
sekolahan, dan sebagainya) sebaiknya mempertimbangkan ketentuan-ketentuan
seperti jarak antara gedung dan abngunan-bangunan lain tidak mengganggu
masuknya cahaya matahari ke tempat kerja, Jendela-jendela dan lubang angin
untuk masuknya cahaya matahari harus cukup, seluruhnya sekurang-kurangnya 1/6
daripada luas bangunan, Apabila cahaya matahari tidak mencukupi ruangan tempat
kerja, harus diganti dengan penerangan lampu yang cukup, Penerangan tempat
kerja tidak menimbulkan suhu ruangan panas (tidak melebihi 32 derajat celsius),
Sumber penerangan tidak boleh menimbulkan silau dan bayang-bayang
yang mengganggu kerja, Sumber cahaya harus menghasilkan daya
penerangan yang tetap dan menyebar serta tidak berkedip-kedip .Efek pencahayaan
yang buruk: mata tidak nyaman, mata lelah, sakit kepala, berkurangnya kemampuan
melihat, dan menyebabkan kecelakaan. Keuntungan pencahayaan yang baik :
meningkatkan semangat kerja, produktivitas, mengurangi kesalahan, meningkatkan
housekeeping, kenyamanan lingkungan kerja, mengurangi kecelakaan kerja.
d) Getaran
Getaran mempunyai parameter
yang hampir sama dengan bising seperti: frekuensi, amplitudo, lama pajanan dan
apakah sifat getaran terus menerus atau intermitten.
Metode kerja dan
ketrampilan memegang peranan penting dalam memberikan efek yang berbahaya.
Pekerjaan manual menggunakan “powered tool” berasosiasi dengan gejala gangguan
peredaran darah yang dikenal sebagai ” Raynaud’s phenomenon ” atau ”
vibration-induced white fingers”(VWF). Peralatan yang menimbulkan
getaran juga dapat memberi efek negatif pada sistem saraf dan sistem
musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan sakit tulang belakang.
Contoh :
Loaders, forklift truck, pneumatic tools, chain saws.Efek getaran terhadap
tubuh tergantung besar kecilnya frekuensi yang mengenai tubuh:
1)
3.9
Hz : Akan timbul resonansi pada dada dan perut.
2)
6.10
Hz : Dengan intensitas 0,6 gram, tekanan darah, denyut jantung, pemakaian O2
dan volume perdenyut sedikit berubah. Pada intensitas 1,2 gram
terlihat banyak perubahan sistem peredaran darah.
3)
10
Hz : Leher, kepala, pinggul, kesatuan otot dan tulang akan beresonansi.
4)
13.15
Hz : Tenggorokan akan mengalami resonansi.
5)
<
20 Hz : Tonus otot akan meningkat, akibat kontraksi statis ini otot
menjadi lemah, rasa tidak enak dan kurang ada perhatian.
2.
Potensi bahaya kimia, yaitu potensi bahaya yang berasal dari bahan-bahan
kimia yang digunakan dalam proses produksi. Potensi bahaya ini dapat memasuki
atau mempengaruhi tubuh tenga kerja melalui : inhalation (melalui
pernafasan), ingestion (melalui mulut ke saluran
pencernaan), skin contact (melalui kulit). Terjadinya pengaruh
potensi kimia terhadap tubuh tenaga kerja sangat tergantung dari jenis bahan
kimia atau kontaminan, bentuk potensi bahaya debu, gas, uap. asap; daya acun
bahan (toksisitas); cara masuk ke dalam tubuh. Jalan masuk bahan kimia ke dalam
tubuh dapat melalui:
a.
Pernapasan
( inhalation ),
b.
Kulit
(skin absorption )
c.
Tertelan
( ingestion )
Racun
dapat menyebabkan efek yang bersifat akut, kronis atau kedua-duanya.
Adapun potensi bahaya yang bisa ditimbulkan oleh bahan kimia adalah
a.
Korosi
Bahan
kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada permukaan tempat dimana
terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem pencernaan adalah bagain tubuh yang
paling umum terkena. Contoh : konsentrat asam dan basa , fosfor.
b.
Iritasi
Iritasi
menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat kontak. Iritasi kulit bisa
menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis. Iritasi pada alat-alat
pernapasan yang hebat dapat menyebabkan sesak napas, peradangan dan oedema (
bengkak ). Contoh: Kulit (asam, basa,pelarut, minyak), pernapasan (aldehydes,
alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide, phosgene, chlorine ,bromine, ozone)
c.
Reaksi Alergi
Bahan
kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit atau
organ pernapasan. Contoh : Kulit (colophony/rosin, formaldehyde, logam seperti
chromium atau nickel, epoxy hardeners, turpentine), pernapasan (isocyanates,
fibre-reactive dyes, formaldehyde, nickel)
d.
Asfiksiasi
Asfiksian
yang sederhana adalah inert gas yang mengencerkan atmosfer yang ada, misalnya
pada kapal, silo, atau tambang bawah tanah. Konsentrasi oksigen pada udara
normal tidak boleh kurang dari 19,5% volume udara. Asfiksian kimia mencegah
transport oksigen dan oksigenasi normal pada darah atau mencegah oksigenasi
normal pada kulit. Contoh : Asfiksian sederhana (methane, ethane, hydrogen,
helium), asfiksian kimia (carbon monoxide, nitrobenzene, hydrogen cyanide,
hidrogen sulphide)
e.
Kanker
Karsinogen
pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas telah terbukti pada manusia. Kemungkinan
karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas sudah terbukti
menyebabkan kanker pada hewan . Contoh :
1)
Terbukti
karsinogen pada manusia : benzene (
leukaemia); vinylchloride ( liver angiosarcoma) ;
2-naphthylamine, benzidine (kanker kandung kemih ); asbestos (kanker paru-paru
, mesothelioma);
2)
Kemungkinan
karsinogen pada manusia : formaldehyde, carbon tetrachloride, dichromates,
beryllium
f.
Efek Reproduksi
Bahan-bahan
beracun mempengaruhi fungsi reproduksi dan seksual dari seorang manusia. Perkembangan
bahan-bahan racun adalah faktor yang dapat memberikan pengaruh negatif pada
keturunan orang yang terpapar, sebagai contoh aborsi spontan. Contoh : Manganese,
carbondisulphide, monomethyl dan ethyl ethers dari ethylene glycol, mercury.
Organic mercury compounds, carbonmonoxide, lead, thalidomide, pelarut.
g.
Racun Sistemik
Racun
sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka pada organ atau sistem tubuh. Contoh
:
1)
Otak
: pelarut, lead, mercury, manganese
2)
Sistem
syaraf peripheral : n-hexane, lead, arsenic, carbon disulphide
3)
Sistem
pembentukan darah : benzene, ethylene glycol ethers
4)
Ginjal
: cadmium, lead, mercury, chlorinated hydrocarbons
5)
Paru-paru
: silica, asbestos, debu batubara ( pneumoconiosis )
3.
Potensi bahaya biologis, yaitu potensi bahaya yang
berasal atau ditimbulkan oleh kuman-kuman penyakit yang terdapat di udara yang
berasal dari atau bersumber pada tenaga kerja yang menderita penyakit-penyakit
tertentu, misalnya : TBC, Hepatitis A/B, Aids,dll maupun yang berasal dari
bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi. Dimana pun Anda bekerja dan
apa pun bidang pekerjaan Anda, faktor biologi merupakan salah satu bahaya yang
kemungkinan ditemukan ditempat kerja. Maksudnya faktor biologi eksternal yang
mengancam kesehatan diri kita saat bekerja. Namun demikian seringkali luput dari
perhatian, sehingga bahaya dari faktor ini tidak dikenal, dikontrol,
diantisipasi dan cenderung diabaikan sampai suatu ketika menjadi keadaan yang
sulit diperbaiki. Faktor biologi ditempat kerja umumnya dalam bentuk mikro
organisma sebagai berikut :
a. Bakteri
Bakteri
mempunyai tiga bentuk dasar yaitu bulat (kokus), lengkung dan batang (basil).
Banyak bakteri penyebab penyakit timbul akibat kesehatan dan sanitasi yang
buruk, makanan yang tidak dimasak dan dipersiapkan dengan baik dan kontak
dengan hewan atau orang yang terinfeksi. Contoh penyakit yang diakibatkan oleh
bakteri : anthrax, tbc, lepra, tetanus, thypoid, cholera, dan sebagainya.
b. Virus
Virus mempunyai ukuran yang sangat kecil antara 16 - 300 nano meter. Virus tidak mampu bereplikasi, untuk itu virus harus menginfeksi sel inangnya yang khas. Contoh penyakit yang diakibatkan oleh virus : influenza, varicella, hepatitis, HIV, dan sebagainya.
Virus mempunyai ukuran yang sangat kecil antara 16 - 300 nano meter. Virus tidak mampu bereplikasi, untuk itu virus harus menginfeksi sel inangnya yang khas. Contoh penyakit yang diakibatkan oleh virus : influenza, varicella, hepatitis, HIV, dan sebagainya.
c. Jamur
Jamur dapat berupa sel tunggal atau koloni, tetapi berbentuk lebih komplek karena berupa multi sel. Mengambil makanan dan nutrisi dari jaringan yang mati dan hidup dari organisme atau hewan lain.
Jamur dapat berupa sel tunggal atau koloni, tetapi berbentuk lebih komplek karena berupa multi sel. Mengambil makanan dan nutrisi dari jaringan yang mati dan hidup dari organisme atau hewan lain.
d. Mikroorganisme
penyebab penyakit di tempat kerja
Beberapa
literatur telah menguraikan infeksi akibat organisme yang mungkin ditemukan di
tempat kerja, diantaranya :
1)
Daerah pertanian
Lingkungan
pertanian yang cenderung berupa tanah membuat pekerja dapat terinfeksi oleh
mikroorganisme seperti : Tetanus, Leptospirosis, cacing, Asma bronkhiale atau
keracunan Mycotoxins yang merupakan hasil metabolisme jamur.
2)
Di lingkungan berdebu (Pertambangan atau pabrik)
Di
tempat kerja seperti ini, mikroorganisme yang mungkin ditemukan adalah bakteri
penyebab penyakit saluran napas, seperti : Tbc, Bronchitis dan Infeksi saluran
pernapasan lainnya seperti Pneumonia.
3)
Daerah peternakan
Daerah peternakan terutama yang mengolah kulit hewan
serta produk-produk dari hewan. Penyakit-penyakit yang mungkin ditemukan di peternakan
seperti ini misalnya : Anthrax yang penularannya melalui bakteri yang tertelan
atau terhirup, Brucellosis, Infeksi Salmonella.
4)
Di Laboratorium
Para
pekerja di laboratorium mempunyai risiko yang besar terinfeksi, terutama untuk
laboratorium yang menangani organisme atau bahan-bahan yang megandung organisme
pathogen
5)
Di Perkantoran
Terutama yang menggunakan pendingin tanpa ventilasi
alami. Para
pekerja di perkantoran seperti itu dapat berisiko mengidap penyakit seperti :
Humidifier fever yaitu suatu penyakit pada saluran pernapasan dan alergi yang
disebabkan organisme yang hidup pada air yang terdapat pada system pendingin,
Legionnaire disease penyakit yang juga berhubungan dengan sistem pendingin dan
akan lebih berbahaya pada pekerja dengan usia lanjut.
4.
Potensi bahaya fisiologis, yaitu potensi bahaya
yang berasal atau yang disebabkan oleh penerapan ergonomi yang tidak baik atau
tidak sesuai dengan norma-norma ergonomi yang berlaku, dalam melakukan
pekerjaan serta peralatan kerja, termasuk : sikap dan cara kerja yang tidak
sesuai, pengaturan kerja yang tidak tepat, beban kerja yang tidak sesuai dengan
kemampuan pekerja ataupun ketidakserasian antara manusia dan mesin. Pembebanan kerja fisik :
a.
Beban
kerja fisik bagi pekerja kasar perlu memperhatikan kondisi iklim, sosial
ekonomi dan derajat kesehatan.
b.
Pembebanan
tidak melebihi 30 – 40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga kerja dalam jangka
waktu 8 jam sehari.
c.
Berdasarkan
hasil beberapa observasi, beban untuk tenaga Indonesia adalah 40 kg. Bila
mengangkat dan mengangkut dikerjakan lebih dari sekali maka beban maksimum
tersebut harus disesuaikan.
d.
Oleh
karena penetapan kemampuan kerja maksimum sangat sulit, parameter praktis yang
digunakan adalah pengukuran denyut nadi yang diusahakan tidak melebihi 30-40
permenit di atas denyut nadi sebelum bekerja.
5.
Potensi bahaya Psiko-sosial, yaitu potensi bahaya yang
berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek psikologis keenagakerjaan
yang kurang baik atau kurang mendapatkan perhatian seperti : penempatan tenaga
kerja yang tidak sesuai dengan bakat, minat, kepribadian, motivasi, temperamen
atau pendidikannya, sistem seleksi dan klasifikasi tenaga kerja yang tidak
sesuai, kurangnya keterampilan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya
sebagai akibat kurangnya latihan kerja yang diperoleh, serta hubungan antara
individu yang tidak harmoni dan tidak serasi dalam organisasi kerja. Kesemuanya
tersebut akan menyebabkan terjadinya stress akibat kerja.
Stress adalah tanggapan tubuh
(respon) yang sifatnya non-spesifik terhadap setiap tuntutan atasnya. Manakala
tuntutan terhadap tubuh itu berlebihan, maka hal ini dinamakan stress. Gangguan
emosional yang di timbulkan : cemas, gelisah, gangguan kepribadian,
penyimpangan seksual, ketagihan alkohol dan psikotropika. Penyakit-penyakit
psikosomatis antara lain : jantung koroner, tekanan darah tinggi, gangguan
pencernaan, luka usus besar, gangguan pernapasan, asma bronkial, penyakit kulit
seperti eksim, dll.
6.
Potensi bahaya dari proses produksi,
yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh bebarapa kegiatan yang
dilakukan dalam proses produksi, yang sangat bergantung dari: bahan dan
peralatan yang dipakai, kegiatan serta jenis kegiatan yang
dilakukan. Potensi bahaya keselamatan terdapat pada alat/mesin, serta
bahan yang digunakan dalam proses produksi, seperti forklift (tertabrak), gancu
(tertusuk), pallet (tertimpa), dan bahan baku (tertimpa, terjatuh dari tumpukan
bahan baku), feed additive (kerusakan mata akibat terkena debu feed additive),
cutter, mesin bubut/las (kerusakan mata akibat terpercik geram, lecet akibat
terkena part panas, dan kerusakan paru-paru akibat terhirup debu las), luka
bakar akibat kebocoran gas, terjepit part, semburan panas dari blow down
otomatis, kebakaran, dan peledakan.
Sumber :
Tarwaka.2008.Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Manajemen dan
Implementasi K3 di Tempat Kerja. Harapan Press : Surakarta
Pada bulan Juli 2008, buku Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Manajemen dan
Implementasi K3 di Tempat Kerja telah terbit dan saya publikasikan secara luas.
Buku ini terdiri dari 12 Bab; 232 halaman dengan penerbit Harapan Press
Surakarta., ISBN 978-979-18144-0-9. BAHASAN BUKU INI TENTANG: 1. DASAR-DASAR
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA, 2.PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM BIDANG
K3, 3.MANAJEMEN PERUBAHAN DALAM TRANSFER TEHNOLOGI, 4. KESELAMATAN SISTEM KERJA
atau JSA, 5.AUDIT SMK3, 6. INTERNAL AUDIT SMK3 Penjelasan dan Verifikasi
Kriteria Audit Tingkat Awal, 7. INSPEKSI TEMPAT KERJA, 8. INVESTIGASI
KECELAKAAN KERJA, 9. MANAJEMEN POTENSI BAHAYA DI TEMPAT KERJA, 10. ISU ALAT
PELINDUNG DIRI, 11. P2K3 dan 12. TRAINING K3 SEBAGAI SUATU SISTEM.