Sebuah
cerita dimana tahun 2013 akan kehilangan bahasa daerah sebagai mata pelajaran
wajib di era kurikullum 2013. Perubahan ini terkait dengan hilangnya sebuah mata
pelajaran wajib bahasa daerah di era kurikulum baru. Sekarang bahasa jawa
dianggap tidak lagi menjadi mata pelajaran yang wajib untuk jenjang sekolah dan
cenderung dikesampingkan.
Perubahan
konsep yang tak terduga di era baru dalam aspek bahasa, terutama bahasa daerah.
Bahasa daerah bukanlah sebuah seni seperti halnya seni-seni yang lain, bahasa
jawa atau bahasa daerah harus berjalan sesuai aturan yang berlaku. Selama era
baru tidak menyentuh dasar kedua bahasa tersebut maka bahasa jawa terancam
tersingkir dan musnah seperti halnya barang yang tak terpakai lagi. Hal itu
juga akan berpengaruh terhadap nasib dari seorang pendidik itu sendiri, dimana
dia akan berpijak dan kemana dia akan melangkah karena sistem keberadaan bahasa
daerah yang tidak jelas.
Bahasa
Bukkanlah Seni
Ada suatu hal yang
sangat ganjil disini, dimana bahasa daerah dimasukan ke dalam seni. Langkah
yang tidak pas ketika menjadikan bahasa daerah sebagai salah satu bagian dari
seni. Kurangnya tinjauan pun mebuat suatu kebijakan yang mleset dari sasaran
utama. Hal tersebut menuai banyak kontroversi di kalangan masyarakat terutama
pelajar.
Bapak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud)
mengutarakan sebuah pernyataan yang
telah ia buat dalam sosialisasi Kurikulum 2013 di daerah-daerah. “Bahwa Mata
Pelajaran Bahasa Daerah tidak dihilangkan atau dihapuskan tetapi disisipkan
dengan Mata Pelajaran Seni Budaya & Prakarya yang pelaksanaannya diserahkan
pada kewenangan daerah masing-masing yang kedudukannya sejajar dengan mata
pelajaran lain. Karena di dalam acuan Kurikulum 2013 merujuk pada tiga
fenomena; fenoma alam, fenomena sosial, dan fenomena budaya. Hal ini diartikan
bahwa Bahasa Daerah termasuk kajian dari Fenomena Budaya”. Mendikbud secara
tidak langsung mengatakan bahwa mata pelajaran bahasa dearah telah di masukan ke
dalam seni. Akan timbul perbedaan tafsiran di lapangan (Sekolah selaku
pelaksana Kurikulum) jika tersirat bahwa mata pelajaran Bahasa Daerah dapat
disatukan dengan matapelajaran Seni Budaya.
Kajian yang berbeda
diantara bahasa dan seni. Bahasa merupakan suatu penghubung komunikasi antara
seseorang dengan seseorang ataupun sekelompak orang yang menimbulkan suatu
interaksi antara orang-orang tersebut. Sedangkan seni merupakan wujud dari
kreativitas yang tercipta dari suatu imajinasi atau gambaran seseorang dengan
menggunakan sebuah dalam proses penciptaannya. Jika dipadukan antara keduanya
apakah bisa bahasa menjadi seni? Jelas bahwa bahasa tidak dapat dijadikan
sebagai seni karena bahasa mempunyai arti yang tidak bersangkutan dengan seni. Ketika
bahasa daerah dijadikan satu dengan seni maka pembelajaran yang terjadi akan
susah menuai kelancaran dan ketidak jelasan baik dalam menyampaikan dan
menerapkan karena perbedaan diantara keduanya.
Jika asumsinya demikian, maka bahasa daerah akan terancam
hilang dan musnah karena ketidak jelasan statusnya dalam era penidikan yang
baru dan hendaknya dalam rancangan Struktur Kurikulum 2013 tidak tertulis
secara eksplisit Mata Pelajaran “Seni
Budaya”, tetapi Mata Pelajaran “Budaya”.
Karena bahasa merupakan bagian dari budaya suatu daerah sebagai identitas dari
daerah itu sendiri dan pada hakekatnya Bahasa dan Seni Daerah adalah bagian
dari Budaya yang kedudukannya sejajar.
Aturan dasar bahasa
Munculnya steatment dari salah satu Tim Pengembang
Kurikulum yang menyatakan “Bahwa penghilangan Mata Pelajaran Bahasa Daerah
dalam kurikulum 2013 merupakan hal yang wajar dikarenakan keheterogenan
masyarakat saat ini”. Hal ini jelas membuat reaksi yang sangat keras dari berbagai
kalangan masyarakat serta dianggap sangat bertentangan dan melanggar konstitusi
yang ada, diantaranya Pada tataran dunia dalam hal ini UNESCO telah
mengeluarkan Rekomendasi pada tahun 1999 mengenai “Pemeliharaan Bahasa Ibu
Sedunia (hingga ditetapkanya, 21 Februari sebagai “Mother days leanguage”)”.
Dengan kata lain disamping kita memelihara bahasa ibu kita juga harus tetap
memelihara atau mempertahankan bahasa anak dan juga cucu karena bahasa itu satu
rumpun kajian yang tidak tercampur dengan kajian yang lain seperti ilmu alam
dan social. Akan tetapi bahasa sangatlah perlu bagi ilmu yang lain karena
bahasa adalah salah satu cara mereka berkomunikasi dan berinteraksi.
Pada Tataran Nasional, telah menabrak pasal 32 UUD 1945 ayat
1 yang berbunyi “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah
peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam
memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”. Dan juga pasal 32
UUD 1945 ayat 2 yang berbunyi “Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah
sebagai kekayaan budaya nasional”. Di dalam Bab XV Bendera dan Bahasa UUD
1945 pasal 36 juga dituliskan bahwa “Di daerah-daerah yang mempunyai bahasa
sendiri, yang dipelihara oleh rakyatnya dengan baik-baik (misalnya bahasa Jawa,
Sunda, Madura, dan sebagainya) bahasa-bahasa itu akan dihormati dan dipelihara
juga oleh negara. Bahasa-bahasa itu pun merupakan sebagian dari kebudayaan
Indonesia yang hidup”. Dari uraian ayat-ayat pasal 32 dan pasal 36 UUD 1945
menanadakan bahwa kita dituntut untuk menghormati dan memelihara bahasa daerah
serta mengembangkan nilai-nilai budaya bahasa daerah. Konstitusi yang lain juga
terdapat dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober
1928, yang berbunyi “Kami Putra dan Putri Indonesia menjunjung
tinggi bahasa persatuan Bahasa Indonesia”. Jelas, dalam ayat yang spesial
ini para pendahulu kita begitu mengakui adanya bahasa ibu (bahasa daerah)
yang terdapat pada Nusantara ini yang perlu kita pelihara dan kita junjung.
Selain itu Undang-Undang (UU) Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor 20 tahun 2003 pasal 37 ayat 1 "UU Sisdiknas menyebutkan kurikulum pendidikan
dasar dan menengah wajib di antaranya memuat mapel Pendidikan Agama, Pendidikan
Kewarganegaraan, Bahasa, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan
Sosial”.
Sementara yang terjadi sekarang ini adalah penghapusan mata pelajaran
wajib contohnya penghapusan mata pelajaran wajib bahasa daerah. Kebijakan itu
sama halnya dengan mereka tidak menghargai dan menghormati bahasa daerah
padahal bahasa
daerah merupakan muatan lokal wajib yang harus dilaksanakan oleh tiap satuan
pendidikan dari tingkat dasar sampai menengah. Seharusnya setiap kebijakan didasarkan pada aturan-aturan yang berlaku,
termasuk dalam pembuatan kurikulum karena kurikulum merupakan
jembatan menuju tercapainya mutu pendidikan yang melahirkan sumber daya manusia
bangsa. Oleh karena itu, pembuatan kurikulum terutama mengenai mata pelajaran
bahasa daerah tetap dijalankan sesuai aturan-aturan yang berlaku sehingga
pembelajaran dapat berjalan seperti seharusnya dan penghormatan serta
penghargaan terhadap budaya tetap ada.
Nasib
Pendidik
Kurikulum 2013
mengakibatkan banyak perubahan dan sejumlah guru bahasa daerah akan mempertanyakan nasib mereka
saat Kurikulum 2013 diterapkan karena dalam kurikulum itu tidak secara tegas
dinyatakan ada bahasa daerah. Penerapan bahasa daerah dalam kurikulum 2013 yang
digabung dengan seni budaya berdampak buruk bagi sarjana bahasa daerah dan
mahasiswa bahasa daerah dan juga sarjana seni. Penggabungan mata pelajaran
menuai penggantungan nasib guru pendidik mata pelajaran itu sendiri.
Baik guru yang bersertifikasi maupun belum kemana mereka akan
pergi? Sebelum pemberlakuan kurikulum 2013 saja banyak guru bersertifikasi yang
kekurangan jam pada satuan kerjanya. Mereka harus bersaing dengan guru lain
untuk mencari kekurangan jam sehingga menjadi 24 jam. Selain harus mencari ke
sekolah lain, beberapa sekolah mempunyai trik lain misal yang semula dalam satu
kelas jumlah siswanya empat puluhan kemudian disebarkan sehingga dalam satu
kelas hanya tiga puluhan siswa. Misal semula dalam satu tingkatan ada 5 kelas
menjadi 6 kelas. Ini untuk mengakali supaya guru-guru yang bersertifikasi bisa
mengantongi 24 jam dalam seminggu.
Selain itu, bagaimana
nasib dari guru seni? Mereka hanya mendalami materi seni dan ketika kurikulum
2013 diterapkan maka guru seni dituntut untuk mendalami materi bahasa daerah.
Alhasil apa yang akan terjadi ketika guru seni mengajar bahasa daerah? Tentu
materi bahasa daerah yang disampaikan oleh guru seni tidak selancar dan sejelas
yang disampaikan guru bahasa daerah karena bahasa daerah tidak semudah
kelihatannya. Sebagai contoh misalnya bahasa jawa, Bahasa Jawa tidak
hanya diajarkan cara berbahasa, tetapi juga membaca, menulis sastra, serta
mendengarkan, seperti mendengarkan wayang. Siswa juga diajari tradisi dan adat
istiadat seperti pakaian tradisional Jawa. Materi-materi tersebut tidak mudah
untuk dipelajari. Apalagi bagi seorang pemula yang semula tidak mengajar bahasa
jawa dituntut harus bisa mengajar bahasa jawa, apa yang akan dilakukannya?
Padahal butuh waktu yang lama untuk mendalami bahasa jawa dan jika kurikulum
baru diterapkan, waktunya tinggal sebentar lagi.
Selain itu, dengan ditiadakannya pelajaran Bahasa Daerah
misalnya Bahasa Jawa, guru-guru Bahasa Jawa akan kehilangan jam pelajaran.
Padahal, sejak diberlakukannya keputusan tiga gubernur (Jawa Tengah, Jawa
Timur, dan DI Yogyakarta) pada 2006 untuk menjadikan Bahasa Jawa sebagai muatan
lokal pada jenjang SD hingga SMA, mata kuliah bahasa Jawa banyak diserbu mahasiswa.
Seni budaya dan prakarya diberi waktu 4jam selama satu
minggu. Agar guru bahasa daerah dapat mengajar kembali kembali munkin salah
satu cara adalah guru bahasa daerah berbagi materi dengan guru seni. Dengan itu
materi seni dan bahasa daerah dapat disampaikan secara jelas. Alangkah lebih
baik lagi apabila antara seni dan bahasa dipisahkan menjadi mata pelajaran
tersendiri sehingga materi yang disampaikan jelas dan dapat dipahami murid
serta mempunyai jam pelajaran yang jelas dan tidak terbagi-bagi dengan mata
pelajaran lain. Selain itu para guru tidak lagi akan kehilangan lapangan
pekerjaan dan dapat melanjutkan pekerjaannya.
Sebuah pikulan berat bagi guru yang kehilangan mata
pelajarannya bahkan lapangan pekerjaannya apabila kurikukum 2013 diterapkan.
Pembaruan kurikulum memanglah merupakan salah satu cara mengantisipasi
perubahan zaman ini. Akan tetapi, perubahan kurikulum tidak akan efektif ketika
mata pelajaran wajib harus digabung-gabung dengan mata pelajaran wajib yang
lainnya seperti halnya bahasa daerah digabung densgan seni dan sebagainya
sehigga membuat materi itu sendiri tidak utuh.
Apapun kebijakan
pemerintah dalam pendidikan seharusnya tidak merugikan murid dan guru.
Bagaimanapun guru adalah pahlawan yang sudah mengabdikan dirinya untuk kemajuan
bangsa ini. Tanpa adanya guru mustahil bangsa ini bisa maju. Di tangan gurulah
para pemimpin bangsa ini dididik. Seharusnya kurikulum memberikan putusan yang
terbaik mengenai pendidikan baik untuk pendidik dan juga yang dididik.
semestinya ada solusi yang terbaik bagi guru-guru yang mata pelajarannya
dihapus dan jamnya dikurangi. Jangan sampai pemerintah membuat kebijakan
“lempar batu sembunyi tangan”
by AAsrtara