Senin, 21 April 2014

Minggu, 20 April 2014

Download Materi K3

IDENTIFIKASI BAHAYA KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DOWNLOAD






DASAR HUKUM KEAMANAN, KESELAMATAN DAN KESEHATAN DOWNLOAD
PROSEDUR KEESELAMATAN DAN KEAMANAN KERJA DOWNLOAD


PROSEDUR KESELAMATAN DAN KESHATAN KERJA

A.  Pengertian keamanan, kesehatan, dan keselamatan kerja
1.      Keamanan Kerja
Keamanan kerja adalah unsur –unsur penunjang yang mendukung terciptanya suasana kerja  yang aman, baik berupa materiil maupun nonmateriil
2.      Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan sebagai unsur-unsur yang menunjang terhadap adanya jiwa raga  dan lingkungan kerja yang sehat, kesehatan kerjaj meliputi kesehatan jasmani dan rohani. Kesehatanjasmani dan rohani saling berkaitan , terutama kesehatan rohani akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan jasmani dan kesehatan jasmani sangat di pengaruhi oleh kesehatan lingkungan
3.      Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja hanya di deskripsikan sebagai keadaan dimana seseorang merasa aman dan sehat dalam melaksanakan tugasnya , masing-masing aman dan sehat disini mencakup keamanan dari terjadinya kecelakaan dan sehat dari berbagai faktor penyakit yang muncul  dalam proses kerja
Dengan demikian , keselamatan kerja adalah sebagai ilmu pengetahuan  yang penerapannya sebagai unsur-unsur penunjang seorang karyawan agar selamat saat sedang bekerja dan setelah mengerjakan pekerjaanya

B.   Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Menurut Mangkunegara (2002:163) Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur.
Menurut Suma’mur (2001:104), keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan.
Menurut Simanjuntak (1994), Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja .
Mathis dan Jackson (2002:245), menyatakan bahwa Keselamatan adalah merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum.
Menurut Ridley, John (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000:6), mengartikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut.
Jackson (1999:222), menjelaskan bahwa Kesehatan dan Keselamatan Kerja menunjukkan kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan.
Menurut Mangkunegara (2002:170), bahwa indikator penyebab keselamatan kerja adalah:
1.      Keadaan tempat lingkungan kerja, yang meliputi:
a.       Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya yang kurang diperhitungkan keamanannya.
b.      Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak
c.       Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
2.      Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi:
a.       Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
b.      Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik Pengaturan penerangan.

C.  Tujuan keamanan, kesehatan, dan keselamatan kerja
Tujuan adanya keamanan dan kesehatan kerja adalah untuk tercapainya keselamatan karyawan saat sedang bekerja dan setelah bekerja, imbas dari karyawan yang selamat adalah suatu tujuan keuntungan bagi perusahaan dan karyawan itu sendiri
Tujuan keamanan, kesehatan, dan keselamatan kerja
Bagi perusahaan
Bagi karyawan
a.       Meningkatkan kinerja dan omzet perusahaan
b.      Mencegah terjadinya kerugian
c.       Memlihara dan prasarana perusahaan
a.       Meningkatkan kesejahteraan rohani dan jasmani karyawan
b.      Meningkatkan penghasilan karyawan dan penduduk di sekitarnya
c.       Untuk kinerja yang berkesinambungan

D.   Undang-undang ketenagakerjaan
1   Hukum keselamatan dan kesehatan kerja
2   Hukum kesehatan dan keselamatan kerja secara internasional
3   Hak dan kewajiban

E.  Prosedur bekerja dengan aman dan tertib
Prosedur bekerja dengan aman dan tertib yang berlaku di setiap dunia usaha atau dunia industri biasanya telah dibuat dalam bentuk tatatertib dan aturan keperilakuan
  1. Setiap karyawan wajib hadir dan pulang  tepat pada waktu yang telah ditetapkan
  2. Setiap karyawan wajib mengisi daftar absen /menyerahkan kartu pada tempat yang telah di tetapkan, baik pada saat masuk maupun saat keluar
  3. Setiap karyawan wajib mengikuti dan memenuhi seluruh petunjuk  atau instruksi yang telah di berikan oleh atasan / yang memberikan instruksi tersebut
  4. Setiap karyawan wajib melaksanakan semua tugas dan kewajiban yang di berikan kepadanya oleh perusahaan
F.  Prosedur pencegahan agar tujuan k3 dapat tercapai
1.      Perbaikan peraturan perundang-undangan
2.      Standarisasi
3.      Pengawasan
4.      Riset teknis
5.      Pendidikan
6.      Pelatihan
7.      Pengarahan
8.      Asuransi
9.      Persuasi
10.  Riset psikologis
11.  Riset statistik

G.  Hal-hal yang berkaitan dengan keamanan kerja
Hal yang perlu di perhatikan saat bekerja yang aman adalah melalui penerapan ergonomi, ergometri, automasi dan mekanisasi, peralatan perlindungan diri, waktu kerja, lingkungan kerja, faktor manusia yang berupaya untuk melindungi tenaga kerja
1.  Ergonomi
Ergonomi berasal dari bahasa yunani , yaitu ergon( kerja)  dan nomos(peraturan). Pengertian secara umum adalah  peraturan/hukum kerja  yang mengatur tenaga kerja , sarana kerja , dan pekerjaannya
Prinsip-prinsip ergonomi adalah sebagai berikut:
a.     Sikap tubuh dalam bekerja di pengaruhi oleh bentuk , susunan, ukuran,  penempatan mesin, alat petunjuk, cara mengoperasikan mesin,  gerak, arah dan kekuatan
b.     Normalisasi alat industri harus berukuran besar dan fleksibel
c.     Ilmu tentang ukuran tubuh
2.  Ergometri
Ergometri adalah ilmu untuk mengukur kemampuan kerja atau pemakaian  tenaga sendiri oleh pekerja untuk pekerjaanya  dan daya kerja fisik maksimum dari tenaga kerja
3.  Automasi
Automasi adalah seni penggunaan alat-alat mekanik untuk melakukan pekerjaan diebold mendefinisikan adalah penggunaan mesin untuk menjalankan mesin, istilah automasi ini di kenalkan oleh Harder dari ford motor campany. Tingkat perkembangan automasi adalah sebagai berikut
a.     Fungsi penunjang automasi, yaitu membantu menyempurnakan atau meningkatkan kemampuan manusia
b.     Fungsi pelipatgandaan, yaitu membantu mengatasi keterbatasan kemampuan manusia
c.     Fungsi meringankan, yaitu membatnu pengendalian proses yang rumit  seperti pengukuran autimasi
d.    Fungsi menggantikan manusi, yaitu tenaga manusia di gantikan oleh mesin
4.  Peralatan perlindungan diri
a.    Perlindungan mata dan muka
Hal –hal yang mengganggu  pada kesehatan mata antara lain sebagai berikut:
1)      Dampak partikel kecil yang terlempar
2)      Dampak partikel berat
3)      Percikan cairan panas/korosif
4)      Kontak mata dengan gas/ uap iritan
b.   Jenis-jenis perlindungan mata
Macam-macam model kacamata yang dipergunakan untuk perlindungan mata adalah sebagai berikut:
1)      Kacamata keselamatan biasa,  cocok untukbahaya energi rendah
2)      Kacamata pelindugn, jenis kacamata tersebut cocok unruk berbagai macam-macam bahaya
3)      Tameng muka, cocok untuk melindungi mata dan seluruh muka
c.    Pelindung kulit dan tubuh
1)  Penyebab terganggunya kesehatan kulit dan tubuh adalah sebagai berikut.
a)  Kerusakan akibat bahan korosip dan menimbulkan dermatitis
b)  Penyerapan kedalam tubuh melalui kulit
c)  Panas radian
d)  Dingin
e)  Radiasi pengion dan bukan pengion
f)  Kurangnya istirahat akan menimbulkan kelelahan

2) Pemilihan dan pemakaian pakaian kerja dilakukan berdasar ketentuan berikut:
a)      Pemakaian pakaian mempertimbangkan bahaya yang mungkin di alami
b)      Pakaian longgar, sobek , dasi ktidak boleh di pakai di dekat bagian mesin
c)      Jika bagian produksi berhubungan dengan peledakan , maka harus memakai pakaian yang terbuat dari seluloid
d)     Baju lengan pendek lebih baik daripada baju lengan panjang
e)      Benda tajam atau runcing tidak boleh dibawa dalam kantong
f)       Tenaga kerja yang berhubungan lengsung dengan debu  tidak boleh memakai pakaian berkantong / memiliki lipatan
d.   Pelindung pernafasan
Efisiensi perlindingan pernafasan dalam membuang kontaminan dinyatakan dalam faktor perlindungan nominal
Jenis-jenis pelindung pernafasan antara lain:
1)  Respirator
Respirator sekali pakai , terbuat dari filter
Respirator, separoh masker
2)      Alat bantu pernafasan

H.  Membuat laporan mengenai kejadian pencurian
Tahap laporan:
1.      Melaporkan kepada staf yang berwenang menangani masalah tersebut di perusahaan baik secara lisan maupun tertulis
2.      Staf yang berwenang dari perusahaan segera melaporkan kepada kepolisian secara tertulis dan lisan bila masalah tersebut sudah tidak bisa di tanggulangi lagi



Sumber :
Tarwaka.2008.Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Manajemen dan Implementasi K3 di Tempat Kerja. Harapan Press : Surakarta

Pada bulan Juli 2008, buku Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Manajemen dan Implementasi K3 di Tempat Kerja telah terbit dan saya publikasikan secara luas. Buku ini terdiri dari 12 Bab; 232 halaman dengan penerbit Harapan Press Surakarta., ISBN 978-979-18144-0-9. BAHASAN BUKU INI TENTANG: 1. DASAR-DASAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA, 2.PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM BIDANG K3, 3.MANAJEMEN PERUBAHAN DALAM TRANSFER TEHNOLOGI, 4. KESELAMATAN SISTEM KERJA atau JSA, 5.AUDIT SMK3, 6. INTERNAL AUDIT SMK3 Penjelasan dan Verifikasi Kriteria Audit Tingkat Awal, 7. INSPEKSI TEMPAT KERJA, 8. INVESTIGASI KECELAKAAN KERJA, 9. MANAJEMEN POTENSI BAHAYA DI TEMPAT KERJA, 10. ISU ALAT PELINDUNG DIRI, 11. P2K3 dan 12. TRAINING K3 SEBAGAI SUATU SISTEM.

DASAR HUKUM KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang.
Bagaimana K3 dalam perspektif hukum? Ada tiga aspek utama hukum K3 yaitu norma keselamatan, kesehatan kerja, dan kerja nyata. Norma keselamatan kerja merupakan sarana atau alat untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang tidak diduga yang disebabkan oleh kelalaian kerja serta lingkungan kerja yang tidak kondusif. Konsep ini diharapkan mampu menihilkan kecelakaan kerja sehingga mencegah terjadinya cacat atau kematian terhadap pekerja, kemudian mencegah terjadinya kerusakan tempat dan peralatan kerja. Konsep ini juga mencegah pencemaran lingkungan hidup dan masyarakat sekitar tempat kerja. Norma kesehatan kerja diharapkan menjadi instrumen yang mampu menciptakan dan memelihara derajat kesehatan kerja setinggi-tingginya.
Ada banyak dasar hukum yang sering menjadi acuan mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja antara lain :
1.      Undang- Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat (2)
“Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Pengertiannya adalah bahwa yang dimaksud dengan pekerjaan adalah pekerjaan yang bersifat manusiawi dan memungkinkan tenga kerja tetap sehat dan selamat sehingga dapat hidup layak sesuai dengan martabat manusia.  Untuk itu diperlukan situasi kerja yang aman, sehat dan selamat dengan mengetrapkan keselamatan dan kesehatan kerja.
2.      Undang-Undang (UU) No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja
Dalam Undang-Undang tersebut terdapat Ruang Lingkup Pelaksanaan, Syarat Keselamatan Kerja, Pengawasan, Pembinaan, Panitia Pembina K-3, Tentang Kecelakaan, Kewajiban dan Hak Tenaga Kerja, Kewajiban Memasuki Tempat Kerja, Kewajiban Pengurus dan Ketentuan Penutup (Ancaman Pidana). Inti dari UU ini adalah, Ruang lingkup pelaksanaan K-3 ditentukan oleh 3 unsur: 
a.       Adanya Tempat Kerja untuk keperluan suatu usaha, 
b.      Adanya Tenaga Kerja yang bekerja di sana 
c.       Adanya bahaya kerja di tempat itu.
Dalam Penjelasan UU No. 1 tahun 1970 pasal 1 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918, tidak hanya bidang Usaha bermotif Ekonomi tetapi Usaha yang bermotif sosial pun (usaha Rekreasi, Rumah Sakit, dll) yang menggunakan Instalasi Listrik dan atau Mekanik, juga terdapat bahaya (potensi bahaya tersetrum, korsleting dan kebakaran dari Listrik dan peralatan Mesin lainnya).
2.      Konvensi ILO No 120
Tentang : Higene dalam perniagaan dan kantor-kantor.
Pasal 12:
Persediaan yang cukup dari air minum yang sehat harus ada bagi keperluan pekerja-pekerja.
3.      UU No. 21 tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention No. 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce
Undang-Undang tersebut  disahkan pada tanggal 19 Juli 1947. Saat ini, telah ada 137 negara (lebih dari 70%) Anggota ILO meratifikasi (menyetujui dan memberikan sanksi formal) ke dalam Undang-Undang, termasuk Indonesia (sumber: www.ILO.org). Ada 4 alasan Indonesia meratifikasi ILO Convention No. 81 ini, salah satunya adalah point 3 yaitu baik UU No. 3 Tahun 1951 dan UU No. 1 Tahun 1970 keduanya secara eksplisit belum mengatur Kemandirian profesi Pengawas Ketenagakerjaan serta Supervisi tingkat pusat (yang diatur dalam pasal 4 dan pasal 6 Konvensi tersebut) – sumber dari Tambahan Lembaran Negara RI No. 4309. 
3.      UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Khususnya Paragraf 5 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, pasal 86 dan 87. Pasal 86 ayat 1 berbunyi: “Setiap Pekerja/ Buruh mempunyai Hak untuk memperoleh perlindungan atas (a) Keselamatan dan Kesehatan Kerja.” Aspek Ekonominya adalah Pasal 86 ayat 2: ”Untuk melindungi keselamatan Pekerja/ Buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja.” Sedangkan Kewajiban penerapannya ada dalam pasal 87: “Setiap Perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang terintegrasi dengan Sistem Manajemen Perusahaan.” 
4.      Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen K3
Dalam Permenakertrans yang terdiri dari 10 bab dan 12 pasal ini, berfungsi sebagai Pedoman Penerapan Sistem Manajemen K-3 (SMK3), mirip OHSAS 18001 di Amerika atau BS 8800 di Inggris.
5.      Undang-Undang No.14 tahun 1969
Pasal  9
Tiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas:
1.      Keselamatan
2.      Kesehatan
3.      Kesusilaan
4.      pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia & moral agama
Pasal  10
Pemerintah membina norma perlindungan tenaga kerja yang meliputi :
1. Norma keselamatan kerja
2. Norma kesehatan kerja
3. Norma kerja
4. Pemberian ganti kerugian, perawatan & rehabilitasi dalam hal kecelakaan kerja
6.       Undang-Undang (UU) No.3 tahun 1992
1.      Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja & pulang kerumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui
2.      Jaminan kecelakaan kerja
Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak menerima jaminan kecelakaan kerja meliputi:
a.       Biaya pengangkutan
b.      Biaya pemeriksaan pengobatan dan/atau perawatan
c.       Biaya rehabilitasi.
d.      Santunan berupa uang meliputi :
1. Santunan sementara tidak mampu  bekerja.
2. Santunan cacat sebagian untuk selamanya.
3. Santunan cacat total untuk selamanya baik fisik maupun mental.
4. Santunan kematian
7.      UU Kerja 1948 berlaku 1951
Tentang : jam kerja, cuti, kerja bagi anak, wanita, persyaratan tempat kerja.
Pasal 13 ayat 1:
Buruh wanita tidak diwajibkan bekerja pada hari pertama dan kedua waktu haid.
8.      UU Kecelakaan 1947 berlaku 1951
Tentang : Penggantian kerugian kepada buruh yang mendapat kecelakaan atau penyakit akibat kerja.
Pasal 1ayat 2 :
Penyakit yang timbul karena hubungan kerja dipandang sebagai kecelakaan.



Sumber :
Tarwaka.2008.Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Manajemen dan Implementasi K3 di Tempat Kerja. Harapan Press : Surakarta

Pada bulan Juli 2008, buku Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Manajemen dan Implementasi K3 di Tempat Kerja telah terbit dan saya publikasikan secara luas. Buku ini terdiri dari 12 Bab; 232 halaman dengan penerbit Harapan Press Surakarta., ISBN 978-979-18144-0-9. BAHASAN BUKU INI TENTANG: 1. DASAR-DASAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA, 2.PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM BIDANG K3, 3.MANAJEMEN PERUBAHAN DALAM TRANSFER TEHNOLOGI, 4. KESELAMATAN SISTEM KERJA atau JSA, 5.AUDIT SMK3, 6. INTERNAL AUDIT SMK3 Penjelasan dan Verifikasi Kriteria Audit Tingkat Awal, 7. INSPEKSI TEMPAT KERJA, 8. INVESTIGASI KECELAKAAN KERJA, 9. MANAJEMEN POTENSI BAHAYA DI TEMPAT KERJA, 10. ISU ALAT PELINDUNG DIRI, 11. P2K3 dan 12. TRAINING K3 SEBAGAI SUATU SISTEM.


IDENTIFIKASI BAHAYA

A.      Identifikasi Bahaya
Langkah pertama manajemen risiko kesehatan di tempat kerja adalah identifikasi atau pengenalan bahaya kesehatan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi faktor risiko kesehatan yang dapat tergolong fisik, kimia, biologi, ergonomik, dan psikologi yang terpajan pada pekerja. Untuk dapat menemukan faktor risiko ini diperlukan pengamatan terhadap proses dan simpul kegiatan produksi, bahan baku yang digunakan, bahan atau barang yang dihasilkan termasuk hasil samping proses produksi, serta limbah yang terbentuk proses produksi. Pada kasus terkait dengan bahan kimia, maka diperlukan: pemilikan material safety data sheets (MSDS) untuk setiap bahan kimia yang digunakan, pengelompokan bahan kimia menurut jenis bahan aktif yang terkandung, mengidentifikasi bahan pelarut yang digunakan, dan bahan inert yang menyertai, termasuk efek toksiknya. Ketika ditemukan dua atau lebih faktor risiko secara simultan, sangat mungkin berinteraksi dan menjadi lebih berbahaya atau mungkin juga menjadi kurang berbahaya. Sebagai contoh, lingkungan kerja yang bising dan secara bersamaan terdapat pajanan toluen, maka ketulian akibat bising akan lebih mudah terjadi.
1.       Penilaian Pajanan
Proses penilaian pajanan merupakan bentuk evaluasi kualitatif dan kuantitatif terhadap pola pajanan kelompok pekerja yang bekerja di tempat dan pekerjaan tertentu dengan jenis pajanan risiko kesehatan yang sama. Kelompok itu dikenal juga dengan similar exposure group (kelompok pekerja dengan pajanan yang sama). Penilaian pajanan harus memenuhi tingkat akurasi yang adekuat dengan tidak hanya mengukur konsentrasi atau intensitas pajanan, tetapi juga faktor lain. Pengukuran dan pemantauan konsentrasi dan intensitas secara kuantitatif saja tidak cukup, karena pengaruhnya terhadap kesehatan dipengaruhi oleh faktor lain itu. Faktor tersebut perlu dipertimbangkan untuk menilai potensial faktor risiko (bahaya/hazards) yang dapat menjadi nyata dalam situasi tertentu. Risiko adalah probabilitas suatu bahaya menjadi nyata, yang ditentukan oleh frekuensi dan durasi pajanan, aktivitas kerja, serta upaya yang telah dilakukan untuk pencegahan dan pengendalian tingkat pajanan. Termasuk yang perlu diperhatikan juga adalah perilaku bekerja, higiene perorangan, serta kebiasaan selama bekerja yang dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan.
2.       Karakterisasi Risiko
Tujuan langkah karakterisasi risiko adalah mengevaluasi besaran (magnitude) risiko kesehatan pada pekerja. Dalam hal ini adalah perpaduan keparahan gangguan kesehatan yang mungkin timbul termasuk daya toksisitas bila ada efek toksik, dengan kemungkinan gangguan kesehatan atau efek toksik dapat terjadi sebagai konsekuensi pajanan bahaya potensial. Karakterisasi risiko dimulai dengan mengintegrasikan informasi tentang bahaya yang teridentifikasi (efek gangguan/toksisitas spesifik) dengan perkiraan atau pengukuran intensitas/konsentrasi pajanan bahaya dan status kesehatan pekerja.
3.       Penilaian Risiko
Rincian langkah umum yang biasanya dilaksanakan dalam penilaian risiko meliputi :
a.       Menentukan personil penilai
Penilai risiko dapat berasal dari intern perusahaan atau dibantu oleh petugas lain diluar perusahaan yang berkompeten baik dalam pengetahuan, kewenangan maupun kemampuan lainnya yang berkaitan. Tergantung dari kebutuhan, pada tempat kerja yang luas, personil penilai dapat merupakan suatu tim yang terdiri dari beberapa orang.
b.       Menentukan obyek/bagian yang akan dinilai
Obyek atau bagian yang akan dinilai dapat dibedakan menurut bagian / departemen, jenis pekerjaan, proses produksi dan sebagainya. Penentuan obyek ini sangat membantu dalam sistematika kerja penilai
c.        Kunjungan / Inspeksi tempat kerja
Kegiatan ini dapat dimulai melalui suatu “walk through survey / Inspection” yang bersifat umum sampai kepada inspeksi yang lebih detail. Dalam kegiatan ini prinsip utamanya adalah melihat, mendengar dan mencatat semua keadaan di tempat kerja baik mengenai bagian kegiatan, proses, bahan, jumlah pekerja, kondisi lingkungan, cara kerja, teknologi pengendalian, alat pelindung diri dan hal lain yang terkait.
d.       Identifikasi potensi bahaya
Berbagai cara dapat dilakukan guna mengidentifikasi potensi bahaya di tempat kerja, misalnya melalui : inspeksi / survei tempat kerja rutin, informasi mengenai data keelakaan kerja dan penyakit, absensi, laporan dari (panitia pengawas Kesehatan dan Keselamatan Kerja) P2K3, supervisor atau keluhan pekerja, lembar data keselamatan bahan (material safety data sheet) dan lain sebagainya. Selanjutnya diperlukan analisis dan penilaian terhadap potensi bahaya tersebut untuk memprediksi langkah atau tindakan selanjutnya terutama pada kemungkinan potensi bahaya tersebut menjadi suatu risiko.
e.        Mencari informasi / data potensi bahaya
Upaya ini dapat dilakukan misalnya melalui kepustakaan, mempelajari MSDS, petunjuk teknis, standar, pengalaman atau informasi lain yang relevan.
f.        Analisis Risiko
Dalam kegiatan ini, semua jenis resiko, akibat yang bisa terjadi, tingkat keparahan, frekuensi kejadian, cara pencegahannya, atau rencana tindakan untuk mengatasi risiko tersebut dibahas secara rinci dan dicatat selengkap mungkin. Ketidaksempurnaan dapat juga terjadi, namun melalui upaya sitematik, perbaikan senantiasa akan diperoleh.
g.        Evaluasi risiko
Memprediksi tingkat risiko melalui evaluasi yang akurat merupakan langkah yang sangat menentukan dalam rangkaian penilaian risiko. Kualifikasi dan kuantifikasi risiko, dikembangkan dalam proses tersebut. Konsultasi dan nasehat dari para ahli seringkali dibutuhkan pada tahap analisis dan evaluasi risiko.
h.       Menentukan langkah pengendalian
Apabila dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan bagi kelangsungan kerja maupun kesehatan dan keselamatan pekerja perlu ditentukan langkah pengendalian yang dipilih dari berbagai cara seperti : Apabila dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan bagi kelangsungan kerja maupun kesehatan dan keselamatan pekerja perlu ditentukan langkah pengendalian yang dipilih dari berbagai cara seperti :
1)       Memilih teknologi pengendalian seperti eliminasi, substitusi, isolasi, engineering control, pengendalian administratif, pelindung peralatan/mesin atau pelindung diri.
2)       Menyusun program pelatihan guna meningkatka pengetahuan dan pemahaman berkaitan dengan risiko,
3)       Menentukan upaya monitoring terhadap lingkungan / tempat kerja.
4)       Menentukan perlu atau tidaknya survailans kesehatan kerja melalui pengujian kesehatan berkala, pemantauan biomedik, audiometri dan lain-lain.
5)       Menyelenggarakan prosedur tanggap darurat / emergensi dan pertolongan pertama sesuai dengan kebutuhan.
i.         Menyusun pencatatan / pelaporan
Seluruh kegiatan yang dilakukan dalam penilaian risiko harus dicatat dan disusun sebagai bahan pelaporan secara tertulis. Format yang digunakan dapatdisusun sesuai dengan kondisi yang ada.
j.         Mengkaji ulang penelitian
Pengkajian ulang perlu senantiasa dilakukan dalam periode tertentu atau bila terdapat perubahan dalam proses produksi, kemajuan teknologi, pengembangan informasi terbaru dan sebagainya, guna perbaikan berkelanjutan penilaian risiko tersebut.

B.      FAKTOR/ POTENSI BAHAYA DI TEMPAT KERJA
Untuk menghindari dan meminimalkan kemungkinan terjadinya potensi bahaya di tempat kerja,  Pengenalan potensi bahaya di tempat kerja merupakan dasar untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tenaga kerja, serta dapat dipergunakan untuk mengadakan upaya-upaya pengendalian dalam rangka pencegahan penyakit akibat kerja yagmungkin terjadi. Secara umum, potensi bahaya lingkungan kerja dapat berasal atau bersumber dari berbagai faktor, antara lain : 1) faktor teknis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau terdapat pada peralatan kerja yang digunakan atau dari pekerjaan itu sendiri; 2) faktor lingkungan, yaitu potensi bahaya yang berasal dari atau berada di dalam lingkungan, yang bisa bersumber dari proses produksi termasuk bahan baku, baik produk antara maupun hasil akhir; 3)faktor manusia, merupakan potensi bahaya yang cukup besar terutama apabila manusia yang melakukan pekerjaan tersebut tidak berada dalam kondisi kesehatan yang prima baik fisik maupun psikis.
Potensi bahaya di tempat kerja yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan dapat dikelompokkan antara lain sebagai berikut :
1. Potensi bahaya fisik yaitu potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan-gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar, misalnya: terpapar kebisingan intensitas tinggi, suhu ekstrim (panas & dingin), intensitas penerangan kurang memadai, getaran, radiasi.
a)     Radiasi
Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk panas, partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari sumber radiasi. Ada beberapa sumber radiasi yang kita kenal di sekitar kehidupan kita, contohnya adalah televisi, lampu penerangan, alat pemanas makanan (microwave oven), komputer, dan lain-lain. Selain benda-benda tersebut ada sumber-sumber radiasi yang bersifat unsur alamiah dan berada di udara, di dalam air atau berada di dalam lapisan bumi. Beberapa di antaranya adalah Uranium dan Thorium di dalam lapisan bumi; Karbon dan Radon di udara serta Tritium dan Deuterium yang ada di dalam air. Secara garis besar radiasi digolongkan ke dalam radiasi pengion dan radiasi non-pengion. 
1)       Radiasi Pengion
Radiasi pengion adalah jenis radiasi yang dapat menyebabkan proses ionisasi (terbentuknya ion positif dan ion negatif) apabila berinteraksi dengan materi. Yang termasuk dalam jenis radiasi pengion adalah partikel alpha, partikel beta, sinar gamma, sinar-X dan neutron. Setiap jenis radiasi memiliki karakteristik khusus. Yang termasuk radiasi pengion adalah partikel alfa (α), partikel beta (β), sinar gamma (γ), sinar-X, partikel neutron.
2)       Radiasi Non Pengion
Radiasi non-pengion adalah jenis radiasi yang tidak akan menyebabkan efek ionisasi apabila berinteraksi dengan materi. Radiasi non-pengion tersebut berada di sekeliling kehidupan kita. Yang termasuk dalam jenis radiasi non-pengion antara lain adalah gelombang radio (yang membawa informasi dan hiburan melalui radio dan televisi); gelombang mikro (yang digunakan dalam microwave oven dan transmisi seluler handphone); sinar inframerah (yang memberikan energi dalam bentuk panas); cahaya tampak (yang bisa kita lihat); sinar ultraviolet (yang dipancarkan matahari). Ada dua macam sifat radiasi yang dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan sumber radiasi pada suatu tempat atau bahan, yaitu sebagai berikut :
a)      Radiasi tidak dapat dideteksi oleh indra manusia, sehingga untuk mengenalinya diperlukan suatu alat bantu pendeteksi yang disebut dengan detektor radiasi. Ada beberapa jenis detektor yang secara spesifik mempunyai kemampuan untuk melacak keberadaan jenis radiasi tertentu yaitu detektor alpha, detektor gamma, detektor neutron, dll.
b)       Radiasi dapat berinteraksi dengan materi yang dilaluinya melalui proses ionisasi, eksitasi dan lain-lain. Dengan menggunakan sifat-sifat tersebut kemudian digunakan sebagai dasar untuk membuat detektor radiasi.
Sel dalam tubuh manusia terdiri dari sel genetic dan sel somatic. Sel genetic adalah sel telur pada perempuan dan sel sperma pada laki-laki, sedangkan sel somatic adalah sel-sel lainnya yang ada dalam tubuh. Berdasarkan jenis sel, maka efek radiasi dapat dibedakan atas efek genetik dan efek somatik. Efek genetik atau efek pewarisan adalah efek yang dirasakan oleh keturunan dari individu yang terkena paparan radiasi. Sebaliknya efek somatik adalah efek radiasi yang dirasakan oleh individu yang terpapar radiasi. Waktu yang dibutuhkan sampai terlihatnya gejala efek somatik sangat bervariasi sehingga dapat dibedakan atas efek segera dan efek tertunda. Efek segera adalah kerusakan yang secara klinik sudah dapat teramati pada individu dalam waktu singkat setelah individu tersebut terpapar radiasi, seperti epilasi (rontoknya rambut), eritema (memerahnya kulit), luka bakar dan penurunan jumlah sel darah. Kerusakan tersebut terlihat dalam waktu hari sampai mingguan pasca iradiasi. Sedangkan efek tertunda merupakan efek radiasi yang baru timbul setelah waktu yang lama (bulanan/tahunan) setelah terpapar radiasi, seperti katarak dan kanker. 
Bila ditinjau dari dosis radiasi (untuk kepentingan proteksi radiasi), efek radiasi dibedakan atas efek deterministik dan efek stokastik. Efek deterministik adalah efek yang disebabkan karena kematian sel akibat paparan radiasi, sedangkan efek stokastik adalah efek yang terjadi sebagai akibat paparan radiasi dengan dosis yang menyebabkan terjadinya perubahan pada sel. Efek Deterministi (efek non stokastik) Efek ini terjadi karena adanya proses kematian sel akibat paparan radiasi yang mengubah fungsi jaringan yang terkena radiasi. Efek ini dapat terjadi sebagai akibat dari paparan radiasi pada seluruh tubuh maupun lokal. Efek deterministik timbul bila dosis yang diterima di atas dosis ambang (threshold dose) dan umumnya timbul beberapa saat setelah terpapar radiasi. Tingkat keparahan efek deterministik akan meningkat bila dosis yang diterima lebih besar dari dosis ambang yang bervariasi bergantung pada jenis efek. Pada dosis lebih rendah dan mendekati dosis ambang, kemungkinan terjadinya efek deterministik dengan demikian adalah nol. Sedangkan di atas dosis ambang, peluang terjadinya efek ini menjadi 100%.Efek Stokastik Dosis radiasi serendah apapun selalu terdapat kemungkinan untuk menimbulkan perubahan pada sistem biologik, baik pada tingkat molekul maupun sel. Dengan demikian radiasi dapat pula tidak membunuh sel tetapi mengubah sel Sel yang mengalami modifikasi atau sel yang berubah ini mempunyai peluang untuk lolos dari sistem pertahanan tubuh yang berusaha untuk menghilangkan sel seperti ini. Semua akibat proses modifikasi atau transformasi sel ini disebut efek stokastik yang terjadi secara acak. Efek stokastik terjadi tanpa ada dosis ambang dan baru akan muncul setelah masa laten yang lama. Semakin besar dosis paparan, semakin besar peluang terjadinya efek stokastik, sedangkan tingkat keparahannya tidak ditentukan oleh jumlah dosis yang diterima. Bila sel yang mengalami perubahan adalah sel genetik, maka sifat-sifat sel yang baru tersebut akan diwariskan kepada turunannya sehingga timbul efek genetik atau pewarisan. Apabila sel ini adalah sel somatik maka sel-sel tersebut dalam jangka waktu yang relatif lama, ditambah dengan pengaruh dari bahan-bahan yang bersifat toksik lainnya, akan tumbuh dan berkembang menjadi jaringan ganas atau kanker. Paparan radiasi dosis rendah dapat menigkatkan resiko kanker dan efek pewarisan yang secara statistik dapat dideteksi pada suatu populasi, namun tidak secara serta merta terkait dengan paparan individu. Radiasi infra merah dapat menyebabkan katarak.Laser berkekuatan besar dapat merusak mata dan kulit.Medan elektromagnetik tingkat rendah dapat menyebabkan kanker. Radiasi ultraviolet : pengelasan, Radiasi Inframerah : furnacesn/ tungku pembakaran, Laser : komunikasi, pembedahan.
4)       Prinsip dasar yang harus dipatuhi dalam penggunaan radiasi untuk berbagai keperluan
Dalam penggunaan radiasi untuk berbagai keperluan ada ketentuan yang harus dipatuhi untuk mencegah penerimaan dosis yang tidak seharusnya terhadap seseorang. Ada 3 prinsip yang telah direkomendasikan oleh International Commission Radiological Protection (ICRP) untuk dipatuhi, yaitu :
a)       Justifikasi, Setiap pemakaian zat radioaktif atau sumber lainnya harus didasarkan pada azaz manfaat. Suatu kegiatan yang mencakup paparan atau potensi paparan hanya disetujui jika kegiatan itu akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar bagi individu atau masyarakat dibandingkan dengan kerugian atau bahaya yang timbul terhadap kesehatan.
b)       Limitasi, Dosis ekivalen yang diterima pekerja radiasi atau masyarakat tidak boleh melalmpaui Nilai Batas Dosis (NBD) yang telah ditetapkan. Batas dosis bagi pekerja radiasi dimaksudkan untuk mencegah munculnya efek deterministik (non stokastik) dan mengurangi peluang terjadinya efek stokastik.
c)       Optimasi, Semua penyinaran harus diusahakan serendah-rendahnya (as low as reasonably achieveable - ALARA), dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial. Kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir harus direncanakan dan sumber radiasi harus dirancang dan dioperasikan untuk menjamin agar paparan radiasi yang terjadi dapat ditekan serendah-rendahnya.

b)    Kebisingan
Bising adalah campuran dari berbagai suara yang tidak dikehendaki ataupun yang merusak kesehatan, saat ini kebisingan merupakan salah satu penyebab penyakit lingkungan (Slamet, 2006). Sedangkan kebisingan sering digunakan sebagai istilah untuk  menyatakan suara yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh kegiatan manusia atau aktifitas- aktifitas alam (Schilling, 1981). Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan seseorang maupun suatu populasi.
Aspek yang berkaitan dengan kebisingan antara lain : jumlah energi bunyi, distribusi frekuensi, dan lama pajanan. Kebisingan dapat menghasilkan efek akut seperti masalah komunikasi, turunnya konsentrasi, yang pada akhirnya mengganggu job performance tenaga kerja. Pajanan kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada jangka waktu tertentu dapat menyebabkan tuli yang bersifat sementara maupun kronis. Tuli permanen adalah penyakit akibat kerja yang paling banyak di klaim. Contoh : Pengolahan kayu, tekstil, metal, dll.
Kualitas bunyi ditentukan oleh 2 hal yakni frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik yang disebut hertz (Hz), yaitu jumlah gelombang-gelombang yang sampai di telinga setiap detiknya. Biasanya suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang dari berbagai macam frekuensi. Sedangkan intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu logaritmis yang disebut desibel ( DB ).


Berdasarkan frekuensi, tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan tenaga bunyi maka bising dibagi dalam 3 kategori:
1)       Occupational noise  (bising yang berhubungan dengan pekerjaan) yaitu bising yang disebabkan oleh bunyi mesin di tempat kerja, misal bising dari mesin ketik.
2)       Audible noise (bising pendengaran) yaitu bising yang disebabkan oleh frekuensi bunyi antara 31,5 . 8.000 Hz.
3)       Impuls noise (Impact noise = bising impulsif) yaitu bising yang terjadi akibat adanya bunyi yang menyentak, misal pukulan palu, ledakan meriam, tembakan bedil.
Selanjutnya dengan ukuran intensitas bunyi atau desibel ini dapat ditentukan apakah bunyi itu bising atau tidak. Dari ukuran-ukuran ini dapat diklasifikasikan seberapa jauh bunyi-bunyi di sekitar kita dapat diterima / dikehendaki atau tidak dikehendaki / bising.
Jenis Bunyi
Skala Intensitas Desibel Batas Dengar Tertinggi
Halilintar
Meriam
Mesin uap
Jalan yang ramai
Pluit
Kantor gaduh
Radio
Rumah gaduh
Kantor pada umumnya
Rumah tenang
Kantor perorangan
Sangat tenang , Suara daun jatuh, Tetesan air
120 DB
110 DB
100 DB
90 DB
80 DB
70 DB
60 Db
50 DB
40 DB
30 DB
20 DB
10 DB
Tabel Skala Intensitas Kebisingan

Menurut SK Dirjen P2M dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen Kesehatan RI Nomor 70-1/PD.03.04.Lp, (Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Kebisingan yang Berhubungan dengan Kesehatan Tahun 1992), tingkat kebisingan diuraikan sebagai berikut:
1)       Tingkat kebisingan sinambung setara (Equivalent Continuous Noise Level =Leq) adalah tingkat kebisingan terus menerus (=steady noise) dalam ukuran dBA, berisi energi yang sama dengan energi kebisingan terputus-putus dalam satu periode atau interval waktu pengukuran.
2)       Tingkat kebisingan yang dianjurkan dan maksimum yang diperbolehkan adalah rata-rata nilai modus dari tingkat kebisingan pada siang, petang dan malam hari.
3)       Tingkat ambien kebisingan (=Background noise level) atau tingkat latar belakang kebisingan adalah rata-rata tingkat suara minimum dalam keadaan  tanpa gangguan kebisingan pada tempat dan saat pengukuran dilakukan, jika diambil nilainya dari distribusi statistik adalah 95% atau L-95.
Kebisingan mempengaruhi kesehatan antara lain dapat menyebabkan kerusakan pada indera pendengaran sampai kepada ketulian. Dari hasil penelitian diperoleh bukti bahwa intensitas bunyi yang dikategorikan bising dan yang mempengaruhi kesehatan (pendengaran) adalah diatas 60 dB. Oleh sebab itu para karyawan yang bekerja di pabrik dengan intensitas bunyi mesin diatas 60 dB maka harus dilengkapi dengan alat pelindung (penyumbat) telinga guna mencegah gangguan pendengaran. Disamping itu kebisingan juga dapat mengganggu komunikasi. Dengan suasana yang bising memaksa pekerja berteriak didalam berkomunikasi dengan pekerja lain. Kadang-kadang teriakan atau pembicaraan yang keras ini dapat menimbulkan salah komunikasi (miss communication) atau salah persepsi terhadap orang lain.
Oleh karena sudah biasa berbicara keras di lingkungan kerja sebagai akibat lingkungan kerja yang bising ini maka kadang-kadang di tengah-tengah keluarga juga terbiasa berbicara keras. Bisa jadi timbul salah persepsi di kalangan keluarga karena dipersepsikan sebagai sikap marah. Lebih jauh kebisingan yang terus-menerus dapat mengakibatkan gangguan konsentrasi pekerja yang akibatnya pekerja cenderung berbuat kesalahan dan akhirnya menurunkan produktivitas kerja.
Kebisingan terutama yang berasal dari alat-alat bantu kerja atau mesin dapat dikendalikan antara lain dengan menempatkan peredam pada sumber getaran atau memodifikasi mesin untuk mengurangi bising. Penggunaan proteksi dengan sumbatan telinga dapat mengurangi kebisingan sekitar 20-25 dB. Tetapi penggunaan penutup telinga ini pada umumnya tidak disenangi oleh pekerja karena terasa risih adanya benda asing di telinganya. Untuk itu penyuluhan terhadap mereka agar menyadari pentingnya tutup telinga bagi kesehatannya dan akhirnya mau memakainya.
c)     Penerangan / Pencahayaan ( Illuminasi )
Penerangan yang kurang di lingkungan kerja bukan saja akan menambah beban kerja karena mengganggu pelaksanaan pekerjaan tetapi juga menimbulkan kesan kotor. Oleh karena itu penerangan dalam lingkungan kerja harus cukup untuk menimbulkan kesan yang higienis. Disamping itu cahaya yang cukup akan memungkinkan pekerja dapat melihat objek yang dikerjakan dengan jelas dan menghindarkan dari kesalahan kerja.
Berkaitan dengan pencahayaan dalam hubungannya dengan penglihatan orang didalam suatu lingkungan kerja maka faktor besar-kecilnya objek atau umur pekerja juga mempengaruhi. Pekerja di suatu pabrik arloji misalnya objek yang dikerjakan sangat kecil maka intensitas penerangan relatif harus lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas penerangan di pabrik mobil. Demikian juga umur pekerja dimana makin tua umur seseorang, daya penglihatannya semakin berkurang. Orang yang sudah tua dalam menangkap objek yang dikerjakan memerlukan penerangan yang lebih tinggi daripada orang yang lebih muda.
Akibat dari kurangnya penerangan di lingkungan kerja akan menyebabkan kelelahan fisik dan mental bagi para karyawan atau pekerjanya. Gejala kelelahan fisik dan mental ini antara lain sakit kepala (pusing-pusing), menurunnya kemampuan intelektual, menurunnya konsentrasi dan kecepatan berpikir. Disamping itu kurangnya penerangan memaksa pekerja untuk mendekatkan matanya ke objek guna mmeperbesar ukuran benda. Hal ini akomodasi mata lebih dipaksa dan mungkin akan terjadi penglihatan rangkap atau kabur.
Untuk mengurangi kelelahan akibat dari penerangan yang tidak cukup dikaitkan dengan objek dan umur pekerja ini dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1)       Perbaikan kontras dimana warna objek yang dikerjakan kontras dengan latar belakang objek tersebut. Misalnya cat tembok di sekeliling tempat kerja harus berwarna kontras dengan warna objek yang dikerjakan.
2)       Meningkatkan penerangan, sebaiknya 2 kali dari penerangan diluar tempat kerja.Disamping itu di bagian-bagian tempat kerja perlu ditambah dengan dengan lampu-lampu tersendiri.
3)       Pengaturan tenaga kerja dalam shift sesuai dengan umur masing-masing tenaga kerja. Misalnya tenaga kerja yang sudah berumur diatas 50 tahun tidak diberikan tugas di malam hari.
4)       Disamping akibat-akibat pencahayaan yang kurang seperti diuraikan diatas, penerangan / pencahayaan baik kurang maupun cukup kadang-kadang juga menimbulkan masalah apabila pengaturannya kurang baik yakni silau. Silau juga menjadi beban tambahan bagi pekerja maka harus dilakukan pengaturan atau dicegah.Pencegahan silau dapat dilakukan antara lain :
a.       Pemilihan jenis lampu yang tepat misalnya neon. Lampu neon kurang menyebabkan silau dibandingkan lampu biasa.
b.        Menempatkan sumber-sumber cahaya / penerangan sedemikian rupa sehingga tidak langsung mengenai bidang yang mengkilap.
c.        Tidak menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap di muka jendela yang langsung memasukkan sinar matahari.
d.       Penggunaan alat-alat pelapis bidang yang tidak mengkilap.
e.        Mengusahakan agar tempat-tempat kerja tidak terhalang oleh bayangan suatu benda.
Penerangan yang silau buruk (kurang maupun silau) di lingkungan kerja akan menyebabkan hal-hal sebagai berikut :
a.       Kelelahan mata yang akan berakibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja.
b.       Kelemahan mental
c.        Kerusakan alat penglihatan (mata).
d.       Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas maka dalam mendirikan bangunan tempat kerja (pabrik, kantor, sekolahan, dan sebagainya) sebaiknya mempertimbangkan ketentuan-ketentuan seperti jarak antara gedung dan abngunan-bangunan lain tidak mengganggu masuknya cahaya matahari ke tempat kerja, Jendela-jendela dan lubang angin untuk masuknya cahaya matahari harus cukup, seluruhnya sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas bangunan, Apabila cahaya matahari tidak mencukupi ruangan tempat kerja, harus diganti dengan penerangan lampu yang cukup, Penerangan tempat kerja tidak menimbulkan suhu ruangan panas (tidak melebihi 32 derajat celsius), Sumber penerangan tidak boleh menimbulkan silau dan bayang-bayang yang  mengganggu kerja, Sumber cahaya harus menghasilkan daya penerangan yang tetap dan menyebar serta tidak berkedip-kedip .Efek pencahayaan yang buruk: mata tidak nyaman, mata lelah, sakit kepala, berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan kecelakaan. Keuntungan pencahayaan yang baik : meningkatkan semangat kerja, produktivitas, mengurangi kesalahan, meningkatkan housekeeping, kenyamanan lingkungan kerja, mengurangi kecelakaan kerja.

d)     Getaran
Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising seperti: frekuensi, amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran terus menerus atau intermitten. Metode kerja dan ketrampilan memegang peranan penting dalam memberikan efek yang berbahaya. Pekerjaan manual menggunakan “powered tool” berasosiasi dengan gejala gangguan peredaran darah yang dikenal sebagai ” Raynaud’s phenomenon ” atau ” vibration-induced white fingers”(VWF). Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif pada sistem saraf dan sistem musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan sakit tulang belakang. Contoh : Loaders, forklift truck, pneumatic tools, chain saws.Efek getaran terhadap tubuh tergantung besar kecilnya frekuensi yang mengenai tubuh:
1)       3.9 Hz : Akan timbul resonansi pada dada dan perut.
2)       6.10 Hz : Dengan intensitas 0,6 gram, tekanan darah, denyut jantung, pemakaian O2 dan   volume perdenyut sedikit berubah. Pada intensitas 1,2 gram terlihat banyak perubahan sistem peredaran darah.
3)       10 Hz : Leher, kepala, pinggul, kesatuan otot dan tulang akan beresonansi.
4)       13.15 Hz : Tenggorokan akan mengalami resonansi.
5)       < 20 Hz : Tonus otot akan meningkat, akibat kontraksi statis ini otot menjadi lemah, rasa tidak enak dan kurang ada perhatian.



2.       Potensi bahaya kimia, yaitu potensi bahaya yang berasal dari bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi. Potensi bahaya ini dapat memasuki atau mempengaruhi tubuh tenga kerja melalui : inhalation (melalui pernafasan), ingestion (melalui mulut ke saluran pencernaan), skin contact (melalui kulit). Terjadinya pengaruh potensi kimia terhadap tubuh tenaga kerja sangat tergantung dari jenis bahan kimia atau kontaminan, bentuk potensi bahaya debu, gas, uap. asap; daya acun bahan (toksisitas); cara masuk ke dalam tubuh. Jalan masuk bahan kimia ke dalam tubuh dapat melalui:
a.       Pernapasan ( inhalation ),
b.       Kulit (skin absorption )
c.        Tertelan ( ingestion )
Racun dapat menyebabkan efek yang bersifat akut, kronis atau kedua-duanya. Adapun potensi bahaya yang bisa ditimbulkan oleh bahan kimia adalah
a.       Korosi
Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada permukaan tempat dimana terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem pencernaan adalah bagain tubuh yang paling umum terkena. Contoh : konsentrat asam dan basa , fosfor.
b.       Iritasi
Iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat kontak. Iritasi kulit bisa menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis. Iritasi pada alat-alat pernapasan yang hebat dapat menyebabkan sesak napas, peradangan dan oedema ( bengkak ). Contoh: Kulit (asam, basa,pelarut, minyak), pernapasan (aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide, phosgene, chlorine ,bromine, ozone)
c.        Reaksi Alergi
Bahan kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit atau organ pernapasan. Contoh : Kulit (colophony/rosin, formaldehyde, logam seperti chromium atau nickel, epoxy hardeners, turpentine), pernapasan (isocyanates, fibre-reactive dyes, formaldehyde, nickel)
d.       Asfiksiasi
Asfiksian yang sederhana adalah inert gas yang mengencerkan atmosfer yang ada, misalnya pada kapal, silo, atau tambang bawah tanah. Konsentrasi oksigen pada udara normal tidak boleh kurang dari 19,5% volume udara. Asfiksian kimia mencegah transport oksigen dan oksigenasi normal pada darah atau mencegah oksigenasi normal pada kulit. Contoh : Asfiksian sederhana (methane, ethane, hydrogen, helium), asfiksian kimia (carbon monoxide, nitrobenzene, hydrogen cyanide, hidrogen sulphide)
e.        Kanker
Karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas telah terbukti pada manusia. Kemungkinan karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas sudah terbukti menyebabkan kanker pada hewan . Contoh :
1)      Terbukti karsinogen pada manusia : benzene ( leukaemia);  vinylchloride  ( liver angiosarcoma) ; 2-naphthylamine, benzidine (kanker kandung kemih ); asbestos (kanker paru-paru , mesothelioma);
2)       Kemungkinan karsinogen pada manusia : formaldehyde, carbon tetrachloride, dichromates, beryllium
f.        Efek Reproduksi
Bahan-bahan beracun mempengaruhi fungsi reproduksi dan seksual dari seorang manusia. Perkembangan bahan-bahan racun adalah faktor yang dapat memberikan pengaruh negatif pada keturunan orang yang terpapar, sebagai contoh aborsi spontan. Contoh : Manganese, carbondisulphide, monomethyl dan ethyl ethers dari ethylene glycol, mercury. Organic mercury compounds, carbonmonoxide, lead, thalidomide, pelarut.
g.        Racun Sistemik
Racun sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka pada organ atau sistem tubuh. Contoh :
1)       Otak : pelarut, lead, mercury, manganese
2)       Sistem syaraf peripheral : n-hexane, lead, arsenic, carbon disulphide
3)       Sistem pembentukan darah : benzene, ethylene glycol ethers
4)       Ginjal : cadmium, lead, mercury, chlorinated hydrocarbons
5)       Paru-paru : silica, asbestos, debu batubara ( pneumoconiosis )
3.       Potensi bahaya biologis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kuman-kuman penyakit yang terdapat di udara yang berasal dari atau bersumber pada tenaga kerja yang menderita penyakit-penyakit tertentu, misalnya : TBC, Hepatitis A/B, Aids,dll maupun yang berasal dari bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi. Dimana pun Anda bekerja dan apa pun bidang pekerjaan Anda, faktor biologi merupakan salah satu bahaya yang kemungkinan ditemukan ditempat kerja. Maksudnya faktor biologi eksternal yang mengancam kesehatan diri kita saat bekerja. Namun demikian seringkali luput dari perhatian, sehingga bahaya dari faktor ini tidak dikenal, dikontrol, diantisipasi dan cenderung diabaikan sampai suatu ketika menjadi keadaan yang sulit diperbaiki. Faktor biologi ditempat kerja umumnya dalam bentuk mikro organisma sebagai berikut :
a. Bakteri  
Bakteri mempunyai tiga bentuk dasar yaitu bulat (kokus), lengkung dan batang (basil). Banyak bakteri penyebab penyakit timbul akibat kesehatan dan sanitasi yang buruk, makanan yang tidak dimasak dan dipersiapkan dengan baik dan kontak dengan hewan atau orang yang terinfeksi. Contoh penyakit yang diakibatkan oleh bakteri : anthrax, tbc, lepra, tetanus, thypoid, cholera, dan sebagainya.
b. Virus
Virus mempunyai ukuran yang sangat kecil antara 16 - 300 nano meter. Virus tidak mampu bereplikasi, untuk itu virus harus menginfeksi sel inangnya yang khas. Contoh penyakit yang diakibatkan oleh virus : influenza, varicella, hepatitis, HIV, dan sebagainya.
c.  Jamur
Jamur dapat berupa sel tunggal atau koloni, tetapi berbentuk lebih komplek karena berupa multi sel. Mengambil makanan dan nutrisi dari jaringan yang mati dan hidup dari organisme atau hewan lain.
d. Mikroorganisme penyebab penyakit di tempat kerja
Beberapa literatur telah menguraikan infeksi akibat organisme yang mungkin ditemukan di tempat kerja, diantaranya :
1)       Daerah pertanian
Lingkungan pertanian yang cenderung berupa tanah membuat pekerja dapat terinfeksi oleh mikroorganisme seperti : Tetanus, Leptospirosis, cacing, Asma bronkhiale atau keracunan Mycotoxins yang merupakan hasil metabolisme jamur.
2)       Di lingkungan berdebu (Pertambangan atau pabrik)
Di tempat kerja seperti ini, mikroorganisme yang mungkin ditemukan adalah bakteri penyebab penyakit saluran napas, seperti : Tbc, Bronchitis dan Infeksi saluran pernapasan lainnya seperti Pneumonia.
3)       Daerah peternakan
Daerah peternakan terutama yang mengolah kulit hewan serta produk-produk dari hewan. Penyakit-penyakit yang mungkin ditemukan di peternakan seperti ini misalnya : Anthrax yang penularannya melalui bakteri yang tertelan atau terhirup, Brucellosis, Infeksi Salmonella.
4)       Di Laboratorium
Para pekerja di laboratorium mempunyai risiko yang besar terinfeksi, terutama untuk laboratorium yang menangani organisme atau bahan-bahan yang megandung organisme pathogen
5)       Di Perkantoran
Terutama yang menggunakan pendingin tanpa ventilasi alami. Para pekerja di perkantoran seperti itu dapat berisiko mengidap penyakit seperti : Humidifier fever yaitu suatu penyakit pada saluran pernapasan dan alergi yang disebabkan organisme yang hidup pada air yang terdapat pada system pendingin, Legionnaire disease penyakit yang juga berhubungan dengan sistem pendingin dan akan lebih berbahaya pada pekerja dengan usia lanjut.
4.       Potensi bahaya fisiologis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau yang disebabkan oleh penerapan ergonomi yang tidak baik atau tidak sesuai dengan norma-norma ergonomi yang berlaku, dalam melakukan pekerjaan serta peralatan kerja, termasuk : sikap dan cara kerja yang tidak sesuai, pengaturan kerja yang tidak tepat, beban kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan pekerja ataupun ketidakserasian antara manusia dan mesin. Pembebanan kerja fisik :
a.       Beban kerja fisik bagi pekerja kasar perlu memperhatikan kondisi iklim, sosial ekonomi dan derajat kesehatan.
b.       Pembebanan tidak melebihi 30 – 40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga kerja dalam jangka waktu 8 jam sehari.
c.        Berdasarkan hasil beberapa observasi, beban untuk tenaga Indonesia adalah 40 kg. Bila mengangkat dan mengangkut dikerjakan lebih dari sekali maka beban maksimum tersebut harus disesuaikan.
d.       Oleh karena penetapan kemampuan kerja maksimum sangat sulit, parameter praktis yang digunakan adalah pengukuran denyut nadi yang diusahakan tidak melebihi 30-40 permenit di atas denyut nadi sebelum bekerja.
5.       Potensi bahaya Psiko-sosial, yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek psikologis keenagakerjaan yang kurang baik atau kurang mendapatkan perhatian seperti : penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan bakat, minat, kepribadian, motivasi, temperamen atau pendidikannya, sistem seleksi dan klasifikasi tenaga kerja yang tidak sesuai, kurangnya keterampilan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya sebagai akibat kurangnya latihan kerja yang diperoleh, serta hubungan antara individu yang tidak harmoni dan tidak serasi dalam organisasi kerja. Kesemuanya tersebut akan menyebabkan terjadinya stress akibat kerja.
Stress adalah tanggapan tubuh (respon) yang sifatnya non-spesifik terhadap setiap tuntutan atasnya. Manakala tuntutan terhadap tubuh itu berlebihan, maka hal ini dinamakan stress. Gangguan emosional yang di timbulkan : cemas, gelisah, gangguan kepribadian, penyimpangan seksual, ketagihan alkohol dan psikotropika. Penyakit-penyakit psikosomatis antara lain : jantung koroner, tekanan darah tinggi, gangguan pencernaan, luka usus besar, gangguan pernapasan, asma bronkial, penyakit kulit seperti eksim, dll.
6.       Potensi bahaya dari proses produksi, yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh bebarapa kegiatan yang dilakukan dalam proses produksi, yang sangat bergantung dari: bahan dan peralatan yang dipakai, kegiatan serta jenis kegiatan yang dilakukan. Potensi bahaya keselamatan terdapat pada alat/mesin, serta bahan yang digunakan dalam proses produksi, seperti forklift (tertabrak), gancu (tertusuk), pallet (tertimpa), dan bahan baku (tertimpa, terjatuh dari tumpukan bahan baku), feed additive (kerusakan mata akibat terkena debu feed additive), cutter, mesin bubut/las (kerusakan mata akibat terpercik geram, lecet akibat terkena part panas, dan kerusakan paru-paru akibat terhirup debu las), luka bakar akibat kebocoran gas, terjepit part, semburan panas dari blow down otomatis, kebakaran, dan peledakan.

Sumber :
Tarwaka.2008.Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Manajemen dan Implementasi K3 di Tempat Kerja. Harapan Press : Surakarta

Pada bulan Juli 2008, buku Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Manajemen dan Implementasi K3 di Tempat Kerja telah terbit dan saya publikasikan secara luas. Buku ini terdiri dari 12 Bab; 232 halaman dengan penerbit Harapan Press Surakarta., ISBN 978-979-18144-0-9. BAHASAN BUKU INI TENTANG: 1. DASAR-DASAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA, 2.PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM BIDANG K3, 3.MANAJEMEN PERUBAHAN DALAM TRANSFER TEHNOLOGI, 4. KESELAMATAN SISTEM KERJA atau JSA, 5.AUDIT SMK3, 6. INTERNAL AUDIT SMK3 Penjelasan dan Verifikasi Kriteria Audit Tingkat Awal, 7. INSPEKSI TEMPAT KERJA, 8. INVESTIGASI KECELAKAAN KERJA, 9. MANAJEMEN POTENSI BAHAYA DI TEMPAT KERJA, 10. ISU ALAT PELINDUNG DIRI, 11. P2K3 dan 12. TRAINING K3 SEBAGAI SUATU SISTEM.